Membaca Tumbal Politik Patih Suwanda

oleh -294 Dilihat
oleh
Oleh: Ki Bawang
Dalang tanpa wayang

Ini negeri penuh puji, Maespati. Negeri indah, gemah-ripah, dipimpin Prabu Harjuna Sasrabahu yang sakti berjaya. Tapi bukan dia yang sedang menjadi lakon, melainkan Patih Suwanda, anak gunung yang semula dikenal sebagai Bambang Sumantri.

Perjalanannya dari Pertapan Ardisekar, kampung halamannya, adalah perjalanan penuh ambisi, yang selalu dipotret sebagai suri. Tapi lihatlah tumbal karir politik Sumantri yang penuh darah. Sudah sejak dari Pertapan, berangkat meninggalkan luka di hati Sukrasana. Ia membohongi adik yang ingin mengiringi langkah.

Kecintaan Bambang Sukrosono, adik yang amat menyayangi, sesungguhnya adalah wujud kecintaan rakyat banyak. Sumantri memang pemuda yang pantas dicintai: pintar, berani, punya mimpi besar.

Di Maespati, Sumantri menghamba pada Prabu Harjuna Sasrabahu yang menolongnya. Kesaktian, mengantar Sumantri jadi orang kepercayaan. Termasuk saat sang Prabu ingin mempersunting Dewi Citrawati dalam sayembara perang.

Sumantri lupa diri setelah berhasil membawa putri secantik Citrawati. Kecongkakan membius dada, lalu menantang raja yang memberinya hidup. Perang besar terjadi ketika Prabu Harjuno Sosrobahu murka dan mengalahkan Sumantri.

Kisah belum usai. Sumantri bukan hanya congkak tapi juga ksatria tega, bahkan pada adik yang menolong sekaligus membuatnya semakin dipercaya raja. Saat itu, ia diminta memindahkan taman Sriwedari dari Kahyangan. Dan sukses, berkat bantuan Sukrasana, adik yang ditinggalkan karena berwujud buta bajang, raksasa kontet memalukan.

Bukan terimakasih dan semakin menyayangi adiknya, Sumantri justru membunuhnya. Sukrasana yang menjadi lambang kecintaan rakyat pada Sumantri, disingkirkan dengan cara keji demi derajat sebagai pejabat: menjadi kepercayaan raja dan ditunjuk menduduki posisi pepatih bergelar Patih Suwanda.

Kisah Patih Suwanda di jagad pewayangan adalah paradoksal paling tragis dalam mewujudkan ambisi. Ia memang kemudian masuk dalam kategori ksatria Tripama (tiga teladan utama seorang ksatria) tapi ambisinya mengorbankan banyak tumbal.

Lantas seperti apa akhir kisah Patih Suwanda? Pecinta wayang paham, derajat-pangkat tak lama ia sandang. Sumantri ya Suwanda, musnah oleh keberaniannya sendiri. Keberanian yang tak mengukur kemampuan. Ia lupa, kutuk Sukrasana adiknya yang ia bunuh.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.