Zoomkeman, Cara Baru Sungkeman di Masa Pagebluk

oleh -159 Dilihat
oleh

Ini tulisan saya yang keempat. Kali ini berkisah tentang lebaran. Lebaran yang selalu memberi kenangan. Kenangan akan sebuah kemenangan.

Tapi Lebaran kali ini, amat berbeda. Jauh berbeda dengan tahun-tahun yang lalu. Tentu, karena Idul Fitri datang di tengah wabah. Apalagi, hingga usai perayaan Lebaran, pandemi covid-19 masih terus melanda.

Pemerintah membuat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk beberapa daerah. Semua serasa berhenti. Sekolah libur, bekerja dan beribadah dilakukan di rumah, sementara roda usaha, ikut porak-poranda. Masyarakat dilarang berkerumun. Demikian juga pegerakan manusia dibatasi. Mudik yang menjadi tradisi pun tak boleh dilakukan.

Meski harus disiasati, tapi saya tetap merayakan Idul Fitri dengan ceria. Juga, rasa syukur karena dapat melaksanakan puasa ramadhan sebulan penuh tanpa halangan apapun. Memang suasana menjadi sangat berbeda, karena sejak malam Lebaran, tidak ada takbir keliling sehingga jalanan sangat lengang.

Alhamdulillah saya masih diberi kesehatan sehingga bisa merayakan idul fitri bersama keluarga. Sholat Ied juga tetap digelar di komplek bersama beberapa tetangga meski wajib menjaga jarak. Dan, yang paling menentukana kebahagiaan adalah opor ayam dan sambel goreng kentang yang langsung ludes kami santap.

BACA JUGA http://www.kabarno.com/mbatik-eco-printing-itu-penting/

Kami sengaja tidak irit makan, karena ritual keliling kerabat, sahabat, atau tetangga ditiadakan. Biasanya, pada Lebaran-lebaran sebelumnya, kami sedikit makan di rumah agar bisa nyobain makan lain di rumah-rumah sebelah.

Mungkin karena saya orang Jawa, walau di masa pandemi, saya selalu mengatakan masih untung. Ya, saya masih beruntung hidup di jaman yang ditunjang oleh teknologi. Kendala pandemi tak boleh menghalangi silaturohmi.

Walau sama-sama tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta, namun saya tinggal di daerah Gamping sementara Ibu saya dan satu kakak saya tinggal di Wates. Maka setelah sholat ied, saya tidak bisa langsung pergi ke Wates untuk sungkeman. Saya perlu memantau terlebih dahulu kemungkinan dibolehkan atau dilarang untuk bepergian menuju ke Wates untuk bisa sungkeman.

Tapi karena sudah menjadi tradisi untuk menemui orang tua selepas sholat idul fitri, saya mencoba menghubungi Ibu. Kali ini melalui aplikasi komunikasi dengan video yang baru ngetren. Tentu Ibu saya dibantu oleh kakak untuk mengoperasikannya. Maklum usia ibu sudah cukup sepuh. Sayang tidak ada yang merekam vicon yang saya dan ibu lakukan. Andai ada, mungkin akan viral seperti Mbah Minto dan Ucup Klaten.

Maka hari lebaran kali ini saya menemukan cara baru untuk tetap dapat sungkeman kepada Ibu. Sungkeman yang dibantu oleh teknologi. Saya menyebutnya zoomkeman. Zoomkeman ini bisa dilakukan bersama dengan keluarga dari kakak dan adik saya yang tersebar di beberapa daerah. Biasanya tentu kami berkumpul di rumah tabon. Rumah tempat kami saat kami kecil hingga dewasa sebelum kuliah dan menikah.

Berlebaran dengan teman-teman sekolah dulu juga saya lakukan dengan sedikit berbeda dibandingkan dengan berlebaran kepqda ibu dan saudara. Grup WA menjadi sarana untuk saling berlebaran dan bermaafan satu sama lainnya. Salah satunya adalah grup WA bernama Sedulur Thiwul 87. Yang tergabung dalam grup ini adalah teman-teman SMA saya 33 tahun yang lalu. Saya lupa bagaimana awalnya grup ini dibentuk. Grup yang beranggotakan hanya 13 orang ini selalu kompak.

BACA JUGA http://www.kabarno.com/kembali-ke-jogja-kembali-nguri-uri-kabudayan/

Teman-teman ini peduli satu sama yang lainnya juga peduli kepada sesama. Prinsip yang dipegang oleh anggota grup ini kira-kira begini: “tidaklah perlu menjadi yang hebat, cukuplah menjadi yang  bermanfaat bagi sesama”.

Kata thiwul muncul sebagai nama grup WA sejatinya karena kerinduan para anggota grup akan makanan yang sering di masa kecil kami makan. Dan kita punya rencana jika suatu saat nanti kita diberi kesempatan untuk reuni secara nyata kita akan memajang thiwul sebagai sajian utamanya. Tentu makanan lain seperti geblek, tempe benguk, serta cenil  wajib pula ada.

Saking kompaknya, lebaran masa pandemi ini seluruh anggota grup WA Sedulur Thiwul 87 memesan batik ecoprint dan mengenakannya di saat lebaran. Foto secara sendiri-sendiri dilakukan dan dikumpulkan kepada Mas Eddy yang mahir mengeditnya. Lalu jadilah seolah-olah kami satu rombongan dengan seragam ecoprint berwisata ke luar negeri. Mengunjungi tujuan wisata yang seolah nyata padahal hanya rekayasa. Ini memang mimpi kita, dan berharap corona lekas berakhir sehingga pergi melancong bersama benar-benar bisa terlaksana.

Salam sehat dan semangat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.