Api Cinta (42): Mirah Terkulai Lemas

oleh -310 Dilihat
oleh

Mirah tidak terkecuali. Mirah yang kaki dan tangannya kurus tidak berotot. Jari-jari tangannya sangat lentik. Halus kulitnya dan lemah gemulai. Jalannya lenggak-lenggok, kalau disuruh memilih pasti Mirah lebih rela membersihkan ruang guru.

Loncat harimau dengan balok bersusun sungguh mengerikan. Membuat bulu kuduknya berdiri. Membayangkan kemungkinan yang bakal terjadi.  Pak guru tetap dalam pendiriannya. Mirah harus melakukan lompatan. Loncat harimau yang sangat mendebarkan.

“Siap, satu .. dua … tiga…”

Mirah berlari. Mengambil ancang-ancang. Tepatnya berlanggak-lenggok. Mirah berlari tapi gerakannya lemah gemulai. Bukan lari kencang dan siap meloncat. Mirah justru memperlambat larinya ketika mendekati balok bersusun. Bukan melampaui dan berguling di matras. Mirah justru menabrak balok bersusun. Bukan berguling di matras. Sebaliknya Mirah justru terkulai lemas. Jatuh di depan balok bersusun.

Sorak sorai pecah di antara teman-teman sekelas, pak guru yang bersungut-sungut. Berharap semua anak didiknya mampu mengikuti setiap kegiatan yang diajarkan. Tidak terkecuali pendidikan olahraga yang bagi sebagian anak merupakan kebanggaan. Sementara anak-anak putri justru menghindarinya. Pendidikan kesehatan dan jasmani menjadi momok tersendiri, terlebih anak-anak yang tidak terbiasa di alam bebas.  Mereka lebih banyak menghindari sinar matahari secara langsung.

Paidi menjadi cemas dibuatnya. Meski Paidi tengah belajar di kelas berbeda. Namun mengetahui Mirah dibawa ke ruang guru untuk mendapat perawatan akibat kecelakaan di lapangan, ramai menjadi perbincangan. Hingga waktunya selesai pelajaran olahraga, Mirah belum siuman. Paidi sibuk dengan berbagai cara untuk memulihkan kesadaran Mirah. Memberikan minum air hangat, memborehkan minyak kayu putih atau apa saja yang membuatnya segera pulih seperti sedia kala.

Keesokan harinya Mirah tidak dapat belajar. Paidi menyampaikan surat izin kepada wali kelas. Sambil mengabarkan perkembangan yang menyertai Mirah. Paidi menceritakan seluruhnya, tidak satupun yang tertinggal. Kondisi Mirah beran-benar masih lemah, hanya dapat berbaring di tempat tidur. Tidak dapat melakukan aktivitas, semua disediakan orangtuanya. Badannya lemas, wajahnya pucat. Makan dan minum disediakan, bahkan untuk urusan pribadinya Mirah belum dapat melakukan sendiri.

Hanya Paidi yang merasa cemas. Selain mengetahui keadaan yang sesungguhnya, Paidi juga yang memiliki kesempatan berbicara dengan Mirah di tempat tidurnya. Orangtua Mirah menyilahkan Paidi menemani Mirah yang masih lemas, tergolek di tempat tidur. Tidak banyak yang dapat dilakukan. Juga tidak banyak yang mereka perbincangkan. Mirah hanya menyerahkan surat izin yang harus dibawa Paidi ketika berangkat ke sekolah.

Keduanya lama dalam diam. Tidak banyak yang mereka perbincangkan. Juga tidak banyak yang mereka lakukan. Keduanya lebih banyak berdiam diri. Masing-masing sibuk dengan alam pikirannya sendiri. Paidi sesekali menyaksikan raut wajah Mirah yang masih pucat pasi. Sesekali mengalihkan pandangannya. Di kesempatan lain Paidi justru mencuri-curi pandangan ketika Mirah terpecam. (bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.