ACI-29: Misteri Setangkai Flamboyan Kering

oleh -276 Dilihat
oleh

Tidak ada yang bahagia dengan cinta bisu seperti itu. Indrajit sadar, seperti juga Hestirini barangkali memahami. Mereka telah terjebak dalam cinta diam selama bertahun-tahun.  Kemudian, hati dibiarkan komplang-gersang hanya berhias kenangan dan penyesalan yang memberi luka abadi.

“Benar. Mungkin benar, aku yang kurang peka, seperti selalu ia sebut,” Indrajit berkata pada diri sendiri secara spontan, setelah selesai membaca tulisan-tulisan penuh rintihan itu. Ia berjanji untuk membuat semuanya terang, esok di terang hari.

Buku sudah ingin ditutup, ketika tiba-tiba ada serpihan daun kering menyerosot, jatuh dari lipatan sampul belakang buku. Indrajit membuka lipatan keras yang lengket, direkat oleh getah daun yang sudah sangat kering itu. Ia tidak tahu daun atau bunga, sesungguhnya yang tersimpan dalam lipatan keras misterius itu.

Secara perlahan, dengan penuh kelembutan, ia mengembalikan lipatan keras, dan menyimpan kembali daun kering yang tak bisa ia jawab teka-tekinya. Kemudian, dilatih oleh naluri curiga, Indrajit mencari-cari sesuatu yang lain. Tapi tak ada lagi yang bisa ditelusuri, selain dirinya sendiri yang seolah sudah tidak sabar ingin bertemu Hestirini.

Perlahan, buku yang menyimpan catatan perih hati Hestirini, dibawa ke tempat tidur. Begitu saja, tubuhnya dilempar ke kasur, tapi dengan sangat hati-hati, Indrajit meletakkan buku tua itu, di sisi kepalanya. Tiba-tiba saja, ada keinginan untuk terlelap ditemani buku yang telah membelah-belah perasaannya.

Banyak yang harus ditanya, tentang semua yang ditulis Hestirini. Ia hanya bisa meraba serba sederhana, sedangkan kepastian, harus datang dari wanita yang telah meremas-remas isi hatinya itu. Cinta, ia percaya, selalu mampu mencarikan jalan keluar dari setiap kebuntuan, sepekat apapun jalan buntu itu. (bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.