Cungkup Makam Kiai Sorokusumo Mbanaran Rusak

oleh -521 Dilihat
oleh

Cungkup itu, terlihat tua. Bangunannya dengan jelas mengabarkan kerentaan: pendek, kusam karena lumut, genteng jadul, serta pintu jati yang dimakan usia.

Cungkup atau bangunan yang menjadi rumah buat nisan (pada pemakaman di banyak tempat di pulau Jawa, nisan tokoh-tokoh keramat, biasanya diberi rumah) memang sudah lumrah. Terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) cungkup menjadi penanda pemakaman tokoh terpandang.

Dan, cungkup pemakaman Kiai Sorokusumo yang keramat di Dusun Jombokan, Kalurahan Tawangsari, Kapenewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, terlihat memprihatinkan. Atap di bagian timur yang menaungi anak-keturunan Kiai Sorokusumo, sudah mulai berjatuhan.

“Kalau lihat kondisinya, sangat prihatin. Ngenes, karena tidak ada yang merawat dan mempedulikan. Kita juga tidak tahu siapa saja ahli waris yang masih di sini dan bisa dihubungi untuk diajak benerin atap yang gogrok,” kata Matsilo, seorang warga Jombokan yang peduli dengan pesarean leluhur itu.

Bersama Ki Bawang, sahabatnya yang juga sangat peduli pada pajimatan-pajimatan leluhur, Matsilo sedang menggagas upaya merehab cungkup Kiai Sorokusumo. Belum tahu skemanya seperti apa, terutama skema pendanaan, tapi ia yakin, bisa mengumpulkan donator untuk memperbaiki bangunan yang seharusnya dilestarikan itu.

“Kita harus bergerak. Nah memulainya itu yang susah, tapi kalau sudah ada yang bergerak, pasti banyak warga yang ikut peduli. Barangkali, selama ini, tidak banyak yang tahu jika cungkup itu sudah mulai ambruk atap di bagian timur,” tambahnya.

Ada ide untuk mengumpulkan donasi dari banyak tempat, terutama perantau yang memiliki leluhur di makam yang dikenal dengan sebutan Makam Mbanaran itu. “Kita buat kepanitiaan den,” tukas Ki Bawang pada sahabatnya yang selalu dipanggil dengan sebutan Densus.

Rasan-rasan merenovasi cungkup pemakaman keramat Kiai Sorokusumo, akhirnya didengar sahabat-sahabat yang lain. Seperti gayung bersambut, banyak yang setuju dengan gagasan memperbaiki bangunan yang sudah sangat tua itu.

Salah satu yang ikut antusias adalah Mbahro dan Lekgawin. Dua perantau di Jakarta Timur itu, memang termasuk aktivis sosial saat masih di kampung. Bersama anak-anak muda lain, Densus, Mbahro, Lekgawin, Ki Bawang, menjadi pelopor banyak kegiatan. Sehingga, begitu ada ide merenovasi cungkup makam sepuh Kiai Sorokusumo, semua ingin ikut terlibat.

“Mungkin tidak hanya trah yang ada di cungkup yang bisa dilibatkan. Karena ini bukan lagi soal trah utama Kiai Sorokusumo, ini sudah menyangkut aset warga Jombokan yang menjadi cukup penting,” kata Mbahro.

Gagasan ini memang menjadi sesuatu yang menarik, karena memetri makam Mbanaran, sudah lama sekali dilakukan. Waktu itu, hanya membuat tembok keliling makam, karena cungkupnya saat itu, masih bagus.

“Mudah-mudahan ini menjadi Langkah yang baik, karena munculnya gagasan pas di bulan Suro, bulan keramat saat orang Jawa melakukan tetirah. Niatnya juga baik, supaya kondisi pemakaman utama tempat Kiai Sorokusumo dipusarakan, terlihat lebih rapi. Mudah-mudahan bukan malah salah,” kata Ki Bawang tentang rencana membenahi bangunan makam leluhurnya di Pajimatan Mbanaran Dusun Jombokan, Kalurahan Tawangsari, Kapenewon Pengasih, Kulon Progo.(c-1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.