Ritual Jawa Mulai Lahir hingga Mati-1: Tingkepan

oleh -188 Dilihat
oleh

Benar. Orang Jawa memang hidup bersama ritual-ritual adat yang panjang. Sejak masih dalam kandungan ibu, hingga masuk liang lahat. Semua dirangkai dengan ritual yang seolah tak pernah berhenti. Misalnya saja, sejak masih usia tujuh bulan di kandungan, sang bayi sudah dikenalkan dengan ritual tingkepan. Atau nujuhbulanan. Ritual tingkepan, tak kalah rumit. Penuh dengan perlambang dan sanepo.

Lambang yang paling sering dilihat adalah jika muka ibu hamil tidak bersih dan secantik biasanya, disimpulkan bahwa anaknya adalah laki-laki. Begitupun sebaliknya. Pada saat tingkepan (di tempat lain dikenal dengan istilah mitoni) juga ada perlambang kelahiran si jabang bayi.

Dalam hajat  mitoni ada kelapa gading yang digambari wayang dewa Kamajaya dan dewi Kamaratih (supaya si bayi seperti Kamajaya jika laki-laki dan seperti Kamaratih jika perempuan). Lalu kluban/gudangan/uraban (taoge, kacang panjang, bayem, wortel, kelapa parut yang dibumbui, dan lauk tambahan lainnya untuk makan nasi),dan rujak buah.

Ketika makan rujak, jika pedas maka dipastikan bayinya laki-laki. Sedangkan saat dicek perut si Ibu ternyata si bayi senang nendang-nendang, maka itu tanda bayi laki-laki.

Lalu para ibu mulai memandikan yang mitoni disebut tingkeban, didahului ibu tertua, dengan air kembang setaman (air yang ditaburi mawar, melati, kenanga dan kantil), dimana yang mitoni berganti kain sampai 7 (tujuh) kali. Setelah selesai baru makan nasi urab, yang jika terasa pedas maka si bayi diperkirakan laki-laki.

Kepercayaan orang Jawa bahwa anak pertama sebaiknya laki-laki, agar bisa mendem jero lan mikul duwur (menjunjung derajat orang tuanya jika ia memiliki kedudukan baik di dalam masyarakat). Dan untuk memperkuat keinginan itu, biasanya si calon Bapak selalu berdo’a memohon kepada Tuhan.(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.