ACI-37: Jit, Kenapa Kamu Yakin, Kita akan Bertemu Kembali, Suatu Hari?

oleh -129 Dilihat
oleh

Sudah. Sudah kembali tawar perasaan Indrajit saat menyusuri jalanan menuju terminal, sore itu. Di sampingnya, Hestirini juga meresapi kelegaan, karena tidak harus menanggung beban cinta yang membingungkan.

Indrajit tersenyum saat menoleh patah ke kiri. Matanya mencari mata Rini yang berkilatan oleh binar yang tak terterjemahkan oleh Indrajit. Merasa diperhatikan, Hestirini menoleh, dan bertemulah mata mereka. Pertemuan yang selalu menghasilkan suasana hati tak menentu. Rini resah, lalu melemparkan pandangannya, menjauh dari mata Indrajit yang bermagnet.

Tapi tiba-tiba saja, karena terbawa suasana yang menyenangkan setelah direjam kelam, Hestirini tersenyum. Tangan kanannya yang sering secara tak sengaja terayun bersentuhan dengan tangan Indrajit, digerakkan perlahan. Jamari Rini seperti begitu saja, menangkap jemari Indrajit yang terayun.

Indrajit menoleh sebentar, begitu tangannya yang terayun berhenti di jemari Hestirini. Lalu, membalas senyuman dan mengenggam tangan yang sengaja menggantung di antara tubuhnya dengan tubuh Rini yang berhimpitan.

“Kalau sekadar gandengan tangan rak ora ono sing nesu to?” Indrajit ingin menyendal tangannya, tapi ditahan oleh genggaman Hestirini yang semakin kuat. Ia tahu, kalimat Rini hanya ingin membangun suasana agar lebih ringan, tapi tetap saja membuat Indrajit melakukan gerakan spontan serupa murka.

Tidak lama, genggaman tangan Hestirini dilepaskan. Ia merasa ada tabu yang menjadi rambu pergaulannya dengan Indrajit. Apalagi, selama ini ia termasuk yang tidak ekspresif dalam soal mengungkapkan perasaan, hanya saja, bersama Indrajit, ia merasa bisa berlaku apa saja.

Hestirini mengakui, sejak empat tahun lalu, ada keyakinan bahwa Indrajit adalah laki-laki yang pantas diberi hati. Jika pun saat ini, ia memutuskan untuk tidak mengulang cinta lama, lebih karena kemunculan kembali Indrajit kelewat mengejutkan.

“Jit, kenapa kamu yakin, kita akan bertemu kembali, suatu hari nanti?” pertanyaan itu, menghentikan langkah Indrajit. Ia pun menjadi tidak yakin dengan keyakinannya sendiri. Hestirini benar, mungkinkah mereka akan bertemu lagi? Apa yang membuatnya, begitu yakin, akan bertemu di suatu waktu?

“Kenopo Jit?”

“Yo embuh, pokoknya yakin, nggak ada penjelasane.” Akhirnya, Indrajit menyerah karena memang tidak tahu harus menjawab apa. Seperti biasanya, kalau sudah menjawab dengan kata pokoknya, semua sudah selesai.

“Terus kapan kuwi?”

“Sesuk esuk,” jawaban Indrajit membuat Hestirini tersenyum. Spontanitas Indrajit yang tak terduga seperti itulah, salah satu yang membuatnya mulai merasa sangat dekat, setelah empat tahun silam, tak pernah memiliki kesempatan berdekatan. (bersambung)