ACI 4: Entahlah, Mudah sekali, Dusta Terbuka

oleh -161 Dilihat
oleh

Perjalanan waktu terlalu laju berlalu. Tidak ada lagi yang berseri. Hari-hari lewat, begitu saja, ditinggalkan semangat. Sekolah, menjadi sekadar rutinitas yang tidak memberi arti, selain menghabiskan usia.

Dalam rutin yang terasa puritan, ia gelisah. Ada sesal, yang telanjur menjemur perasaannya. Perih, memberi pedih di hati. Ia putar kembali peristiwa kemarin ketika nyaris dalam sepekat selalu ada bunga di dada. Lalu, sampailah pada keputusan untuk menulis nama yang dicuplik dari nama-nama sahabatnya: Budi Kurniawan Saputra.

Saat itu, yang ada dalam lintasan angannya, bermain-main. Mengajak seseorang yang selalu meninggalkan buku di laci mejanya, untuk becanda. Tidak ada yang serius, toh pada akhirnya nanti, ia akan menuliskan nama yang sebenarnya. Saat itulah, perkenalan baru akan dimulai secara resmi.

Tapi apa yang terjadi? Penyesalan. Benar. Ada sesal terdalam, sebab, keinginan main-main itu, menjadi akhir dari segalanya. Kini, tak ada lagi buku yang sengaja ditinggal. Laci meja tempat ia duduk di urutan ketiga dari belakang, selalu mlompong. Kosong, seperti isi hatinya yang komplang.

Tidak hanya berakhir, niat mengajak bencandaan, justru mengundang bumerang. Dia, gadis dengaan nama yang selalu terasa magis itu, mengetahui nama aslinya sebelum ia memberi tahu. Budi Kurniawan Saputra dianggap dusta.

Entahlah. Mengapa begitu mudah, dia mengetahui namanya. Mungkinkah karena namanya yang terlalu mudah diingat. Sekali ucap langsung melekat. Atau oleh sebab, namanya yang terasa aneh dan dihindari oleh semua orang tua Jawa. Nama tokoh wayang, tapi sialnya berasal dari trah Alengkapura yang dibenci setiap penikmat wayang.

Baik. Ada yang harus dilakukan. Lalu, begitu saja, sebuah kalimat ditulis di atas sobekan kertas. “Jenengku Indrajit. Terus-terang aku tidak ingin kamu kaget, mengetahui namaku adalah nama tokoh jahat dalam cerita Ramayana. Maaf ya,” kalimat itu dirangkai dengan susah payah, terbata-bata, dan mengabaikan unsur keindahan sama sekali. Indrajit hanya berusaha memposisikan dirinya sebagai orang yang bersalah. Dan, ingin memperbaiki semuanya dengan meminta maaf.(bersambung)