Api Cinta (112): Paidi Curi Pandang Gadis Manis Anak SMA

oleh -433 Dilihat
oleh

Tiga serangkai meninggalkan Paidi sendiri di kostnya. Tidak ada pembicaraan apa-apa, juga tidak ada pesan apapun yang mereka tinggalkan. 

Mereka bertiga kembali meninggalkan Paidi seorang diri, menstarter motor, meninggalkan suara menderu dan menghilang di kegelapan dini hari.  Burung-burung juga sudah mengeluarkan ocehannya, saling  bersahutan.  Pedagang Pasar Karang Ayu mulai memnyiapkan dagangan.  Sayuran, makanan dan semua kebutuhan sudah siap menyongsong pembeli yang segera datang berbelanja.

Akhir pekan yang melelahkan. Paidi kembali ke tempat tidur setelah menunaikan shalat subuh. Meski tidak berjamaah, namun tidak tertinggal sekalipun.  Hanya kadang-kadang ketika berkumpul dengan sesama jamaah di mushala Paidi berjamaah.  Rasa kantuk dan lelah masih menyisakan untuk memberi kesempatan tempat tidur berleha-leha di ahad pagi.

Banyak warga datang ke mushala, tua muda dan laki-laki  serta perempuan. Semua seperti belomba untuk mencapai yang terbaik dalam beribadah. Semua seperti tidak hendak ketinggalan shalat berjamaah. Satu kesempatan yang tidak pernah terlewatkan, terutama bagi Paidi dan tetangga satu gang ketika berangkat ke mushala.

Curi-curi pandang Paidi, menyaksikan pemandangan langka. Seorang gadis manis, masih SMA. Potongannya sedang saja, kulit bersih dan rambut dipotong sebatas bahu. Sering kali dikucir ekor kuda. Mengingatkan Paidi kepada Mirah, teman sekampungnya. Hanya curi-curi pandang saja, tidak berlanjut dengan perkenalan.

Paidi sudah berjanji dengan dirinya sendiri. Untuk tidak mengulang kesalahan yang sama keduakalinya.  Kesalahan yang menyesakkan hati dan membelenggu pikirannya.  Mirah yang mengharu biru seluruh jiwa dan perasaannya.  Paidi masih yakin dengan janji kepada dirinya. Belum saatnya, ketika waktunya tiba nanti akan datang perempuan yang siap hidup bersama dalam suka dan duka.

Di kampus suasana hingar bingar. Bertepatan dengan pentas seni, akhir bulan.  Pentas seni setiap unit kegiatan mahasiswa menampilkan kreativitas masing-masing. Kali ini giliran unit kegiatan seni yang menampilkan berbagai pertunjukan. Ada seni tradisi, seni modern hingga yang paling kontemporer. Semua tampil di panggung besar, menyedot perhatian sivitas akademika.

Paidi bergegas untuk segera sampai sisi panggung paling depan.  Untuk menyaksikan pertunjukan yang sering mendatangkan  decak kagum. Paidi tidak  ingin ketinggalan satu sesi sekalipun.  Semua harus mendapat apresiasi, terutama di Koran Kampus yang menjadi bahan bacaan semua warga kampus.

Paidi merasa aneh, setiap berpapasan dengan mahasiswa selalu senyum-senyum simpul. Setiap kali bertemu muka. Selalu saja ada yang memperhatikan dari ujung kaki sampai ujung rambut.  Terkadang ada yang senyum-senyum sendiri.  Padahal tidak ada yang berubah dengan Paidi, tetap seperti Paidi yang dulu. Paidi masih makan nasi kucing, masih naik bis kota dan tidak ada perubahan mendasar.

Aneh. Dunia ini semakin aneh saja. Paidi hanya membatin. Kenapa setiap mahasiswa seperti mencurigai. Apakah ada yang salah, atau dandannya yang nganeh-anehi. Ternyata juga tidak, semua berjalan apa adanya.

Seperti sedia kala. Kalaupun ada perubahan umur yang bertambah atau jatah umur yang mulai berkurang. Paidi tidak menemukan jawabannya.  Paidi juga tidak hendak mencari jawaban apa gerangan yang membuat orang mentertawakan dirinya. (bersambung)