Api Cinta (15): Paidi yang Paling Mbeling

oleh -185 Dilihat
oleh

Hari berlalu, bulan berganti tahun datang menjelang. Paidi tumbuh sebagai anak yang lincah. Tidak pernah bisa tinggal diam. Apa saja dipegang, seperti ingin mengetahui segala yang ada. Terkadang Paidi sangat aktif, bahkan di luar kewajaran anak seusianya sehingga mengkhawatirkan siapapun yang melihatnya, terutama Madanom ibunya.

Di antara anak-anak sebayanya, Paidi tergolong menonjol. Pembawaannya tidak pernah bisa berhenti. Ada saja yang menjadi bahan permainannya. Pisau dan barang-barang yang dapat membahayakan dirinya menjadi bahan permainan. Di lain kesempatan Paidi mencoba memanjat  gedheg yang menjadi pembatas antara ruang tidur dan beranda depan.

Tinggal Madanom yang paling khawatir dengan tingkah dan polah anaknya. Tidak jarang Madanom berteriak-teriak ketika melihat ulah anaknya. Sering kali Madanom mencari cara untuk menghentikan kenakalan anahnya. Nanti digigit kucing, awas ada curut, kecoa, cacing ular dan  tikus.

Paidi untuk sementara menghentikan aksinya. Sejurus kemudian mengulangi lagi. Madanom kembali berteriak dan mencari cara menghentikan tingkah anaknya. Tikus selalu menjadi cara paling ampuh untuk menghentikan agresivitas anaknya.

“Tikus… hi hi hi…” katanya.

Paidi langsung menghentikan tingkah yang mengkhawatirkan kedua orang tuanya. Berlanjut terus. Setiap kali kenakalan kecil sekalipun, Paidi selalu ditakut-takuti dengan tikus yang akan menyerang, menjijikkan bahkan menggigit dengan giginya yang tajam menghujam.

Paidi langsung mengkerut ketika kalimat tikus terdengar di telinganya. Aktivitas apapun yang dilakukan langsung berhenti, seperti ada momok yang sangat menakutkan. Tikus menjadi semacam monster yang siap menerkam. Tikus benar-benar membekas dalam benaknya sehingga menjadikan bulu kuduknya berdiri karena ketakutan berlebihan.

Aktivitas fisik lebih banyak menyertai Paidi. Bukan saja ketika masih kanak-kanak yang ditandai egosentris karena lingkungan yang membentuknya. Paidi bahkan memiliki aktivitas tinggi. Super aktif di antara anak-anak sebayanya. Ketika menjelang remaja kebiasaan Paidi semacam itu masih terbawa menyertainya.

Di antar teman sebayanya, Paidi paling menonjol. Madsani selalu memberikan apa yang dapat diberikan kepada anaknya. Madanom demikian juga. Kakek, nenek bahkan paman dan bibinya memperlakukan Paidi seperti itu. Meski tidak seluruhnya berupa benda, namun memberikan kebanggaan bagi Paidi.

Setiap kali menjadi pusat perhatian. Paidi menjadi kebanggaan. Banyak mendapat sanjungan, banyak memperoleh kemudahan. Paidi tumbuh sebagai akan yang dimanja lingkungannya. Meski tidak semuanya berupa materi, namun semua itu membentuk kepribadiannya.

Setiap kali memperoleh penghargaan, Paidi tersanjung. Namun ketika mendapat tantangan, justru mengkerut. Ketika mendapat kritik bahkan, Paidi sering sewot. Kemudahan yang selalu didapatkan tidak menjadikannya sebagai bagian dari perjuangan. Sikap malas dan manja sering mencul bersamaan dengan perlakuan lingkungannya.

Ketika tidak mendapat perhatian lingkungannya. Paidi mencari-cari perhatian. Sekuat tenaga bahkan mencuri perhatian sekelilingnya meski harus menantang bahaya. Bagi Paidi yang penting selalu diperhatikan, mendapat perhatian bahkan sanjungan yang membanggakan.

Kenakalan kecil yang membanggakan bagi Paidi. Meski terkadang membahayakan dirinya. Tidak jarang bahkan menantang bahaya hanya untuk mendapatkan perhatian dari sekitarnya. Bermain api, bermain hujan dan akrobat yang mengundang decak kagum sering dipertontonkan.

Ketika mendapat tantangan bahkan tidak jarang langsung diiyakan. Tanpa memikirkan bahaya yang mengancam dan risiko yang bakal terjadi. Paidi terus melalukan usaha menarik perhatian untuk memperoleh sanjungan.(bersambung)