Api Cinta (28): Memanggul Damen, Belajar Hidup

oleh -159 Dilihat
oleh

Cuci tangan yang memenuhi standar higienis terasa jauh dari harapan. Jadilah genangan air di kubangan kaki kerbau menjadi tempat cuci tangan yang lebih dari cukup. Kalau haus sudah sangat menyengat tenggorokan, bahkan air kubangan kerbau yang tampak jernih mengundang selera untuk disruput. Lintah yang sesekali berenang menjulur-julur tampak menggairahkan.

Meski bagi sebagian orang lintah sangat menggelikan, bahkan menjijikkan. Namun keberadaannya sangat membantu proses pematangan sawah untuk siap ditanami. Bagi sebagian orang bahkan lintah menjadi sarana untuk mengobati beberapa jenis penyakit menahun.

Minggul, mikul, nggendhong dan ngindhit, semua pekerjaan yang melelahkan. Membawa hasil panen ke rumah yang jaraknya cukup jauh membutuhkan tenaga ekstra. Selain terik matahari menyengat yang menambah kepenatan, juga beberapa kali angkut pergi pulang yang justru menguras tenaga.

“Kae putune inyong jan, temenang,” Pakwo seperti mempromosikan Paidi yang tengah diajari mencangkul sawah dan ladang. Sembari terus mengangkat cangkul dan dihujamkan ke tanah basah, Paidi merasa kecut. Keringan bercucuran di sekujur tubuhnya. Meski badannya masih juga kecil, tenaganya belum seberapa besar namun Paidi pantang menyerah.

Sanjungan sang kakek melecut dirinya untuk makin menggiatkan menancapkan mata cangkul ke dasar bumi. Nafas ngos-ngosan tinggal satu-satu tidak menyurutkan semangatnya. Dalam beberapa kesempatan seperti tengah berlomba dengan sang kakek. Tidak mau ketinggalan, saling mengejar, terus dan terus sampai batas akhir galengan.

Paidi benar-benar habis. Tidak ada tenaga yang tersisa. Ketika sampai batas akhir lahan yang dicangkul. Paidi menghempaskan badan ke pematang sawah. Nafasnya tersengal, seperti saling berburu. Mata berkunang-kunang, tulang seperti dicabuti dan Paidi terkulai. Masih sadar Paidi, namun untuk beberapa lama seperti tidak dapat menggerakkan seluruh badan.

Tenaganya sudah diforsir untuk menyelesaikan segera menyiapkan lahan yang siap ditanami. Pekerjaan selesai tepat waktu, namun tenaga Paidi benar-benar habis. Harus beristirahat. Memulihkan tenaga yang terkuras untuk menyelesaikan pekerjaan sekaligus menghabiskan tugas esok hari.

Sebelumnya Paidi harus memanggul damen, jerami yang sudah tidak ada padi menempel. Untuk keperluan makanan ternak, dapat juga untuk persediaan musim penghujan kelak ketika makanan ternak susah didapatkan. Satu pocong, ikatan yang harus dibawa dengan cara nyunggi, membawa dengan meletakkan beban di atas kepala.(bersambung)