Api Cinta (51): Mirah Yakin Menguasai Keadaan

oleh -408 Dilihat
oleh

Menjelang akhir tahun belajar. Disepakati kelas tiga dilakukan perpisahan. Hal itu menjadi tradisi di setiap sekolah. Tidak terkecuali di sekolah tempat Paidi-Mirah menempuh pendidikan resmi. Banyak model perpisahan yang diselenggarakan panitia.

Setiap tahun berbeda-beda, tergantung panitia dan berbagai pertimbangan. Sebelumnya perpisahan dilakukan dengan studi wisata. Tahun sebelumnya lagi dilakukan dengan studi banding di sekolah lain di kota berbeda. Pernah juga dilakukan dengan pertukaran siswa-siswa teladan yang dikirim mewakili sekolah masing-masing.

Tahun ini perpisahan dilakukan dengan menyelenggarakan panggung gembira. Selain suasananya mendukung untuk sebuah pesta kecil. Juga dimaksudkan untuk memberikan apresiasi kepada siswa-siswa berbakat.

Dengan demikian bakat yang mulai tumbuh diharapkan makin mekar di masa depan. Bakat-bakat yang mulai tampak hendaknya diteruskan di sekolah lanjutannya. Termasuk para juara kelas di masing-masing tingkatan. Tidak ketinggalan terhadap minat, bakat dan ketrampilan yang dimiliki masing-masing anak.

Mirah ditunjuk panitia menjadi pembawa acara. Selain penampilannya yang pas, juga suaranya sesuai dengan kebutuhan. Tinggi badannya cocok sehingga ketika mengenakan kebaya baju khas nasional, menampilkan suasana berbeda.

Pembawa acara menjadi kendali dari setiap kegiatan. Mirah diyakini mampu menguasai keadaan, ketika menghadapi suasana tidak menentu yang tidak diinginkan. Syukur kalau suasananya aman dan terkendali sehingga acara berjalan seperti yang dikehendaki bersama.

Gladi resik dilakukan setiap akhir pecan. Selama sebulan persiapan terus dilakukan. Hingga hari yang ditentukan tiba. Pagi hari sekali persiapan sudah berlangsung. Mirah cukup sibuk mempersiapkan diri. Berdandan rapi dan mengenakan kostum tidak biasa.

Berkebaya dan memakai kain, jarik. Tidak sempat berpikir bagaimana berangkat ke sekolah yang jaraknya tidak kurang lima kilometer. Menggunakan sepeda sendiri tidak mungkin mengauh sepeda ketika kakinya dijepit kain ketat. Menumpang kendaraan umum juga repot, bagaimana naik juga turunnya.

Menumpang Paidi bersepeda seperti biasanya, meski masih memungkinkan juga janggal. Sepanjang perjalanan akan banyak rubedo, banyak risiko yang siap menghadang. Akhirnya diputuskan untuk tetap berangkat seperti biasa, menggunakan sepeda kesayangannya.

Berangkat pagi-pagi sekali dan berdandan  di rumah teman yang paling dekat dengan sekolah. Kalau juga merepotkan, langsung saja masuk salon langganan dan tinggal menyeberang sudah sampai sekolah. (bersambung)