Api Cinta (69): Paidi Bersenandung, Bersiul-siul Kecil

oleh -140 Dilihat
oleh

Bermimpi bertemu dengan Mirah bagi Paidi menjadi obat penyejuk di tengah kekeringan. Hatinya yang kerontang seperti tersiram air dingin, menggairahkan.

Terasa sangat indahnya. Hari-hari mendatang akan sangat indah. Akan menjadi energi baru menghadapi hari esok. Pekerjaan apapun, tidak terasa sebagai beban yang memberatkan. Semua berjalan seperti di awan, mengawang, menerawang. Hal itu karena hatinya tengah berbunga-bunga.

Di sekolah, ketika berhadapan dengan teman-temannya Paidi juga berlaku enteng saja. Tidak ada lagi yang membebani. Semua lancar-lancar saja. Tugas-tugas di sekolah yang diberikan guru juga dikerjakan dengan sangat baik. Tidak ada yang terlewatkan. Semangatnya kembali seperti sedia kala. Muncul gairah baru yang mendatangkan dinamika tersendiri.

Paidi bersenandung, bersiul-siul kecil. Ketika  Sri Wibowo dan Sri Wiwoho menghampiri dengan suara bersahabat. Tidak ada lagi kalimat yang memojokkan, apalagi menghina dan melecehkan. Tiga serangkai yang selama ini menjadi bagian dari perjalanan panjang Paidi memang sudah tidak ada lagi. Tiga serangkai digantikan tiga dara, Masturoh, Mastufah dan Masanah.

Sesungguhnya tiga dara juga satu sekolah desa dengan Paidi, namun mereka tidak saling akrab. Mereka masing-masing akrab dengan dirinya. Paidi dengan tiga serangkainya yang hampir tidak pernah terpisahkan. Sedangkan tiga dara asyik dengan mereka bertiga. Kemana saja mereka bertiga, apalagi perawakannya hampir sama bahkan tingginya juga sama. Sama-sama putih bersih, terkadang seperti janjian saja ketiganya memakai kaos yang warnanya sama.

Bukan hanya ketika bersekolah memakai seragam. Ketiga bersantai mereka sepakat mengenakan pakaian yang sama. Ketiganya suka cenala panjang jeans kesukaan anak muda. Kebetulan juga mereka anak-anak orang berada di kampung halamannya. Kontan saja mereka menjadi lebih akrab satu dan lainnya. Hanya cita-cita dan keberpihakannya yang berbeda.

Sri Wibowo dan Sri Wiwoho membuka percakapan di antara mereka. Bukan masalah-masalah berat, pelajaran sekolah yang menjadikan gundah. Masalah-masalah ringan yang menyegarkan. Mereka senang berlama-lama di perpustakaan sekolah. Akan tetapi ketika di surau dekat kantin sekolah, mereka biasa membicarakan masalah keseharian. (bersambung)