Di Jakarta Rame Ndaftar Presiden, di Jogjakarta Yuk Mengenal Presiden Malioboro

oleh -929 Dilihat
oleh

Dia, Umbu Landu Paranggi. Seorang Presiden yang kondang. Presiden Malioboro yang ‘menyetak’ para sastrawan yang kemudian mewarnai panggung kesenian Indonesia. Emha Ainun Nadjib adalah salah satu muridnya yang terpandang.

Hari ini, 10 Agustus 2018, Umbu Landu genap berusia 75  tahun. Hanya saja, hidupnya yang berbalut misteri, membuatnya sering tak terpantau ada di mana. Apalagi, ia memilih menghilang dari Jogja sejak puluhan tahun silam.

Dalam sebuah era, Umbu memilih menyepi di Bali. Tidak ada yang bisa memastikan mengapa memilih Bali, tapi setidaknya, tempat ini lebih dekat dengan kampung halanannya di Sumba. Sebab, ia memang  putra Sumba yang lahir di Kananggar, Paberiwai, Sumba timur pada 10 Agustus 1943.

Di era 70an, nama Umbu Landu Paranggi dalam banyak tulisan memang identik degan Jogja. Karena ia ‘menguasai’ Malioboro. Sejumlah sahabat dan media kala itu, menyebutnya sebagai Presiden Malioboro. Selain ada Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, muridnya banyak. Misalnya saja penyair Linus Suryadi AG yang melahirkan prosa liris Pengakuan Pariyem. Atau Eko Tunas.

Di Malioboro, Umbu dan murid-muridnya tergabung dalam  wadah yang juga sangat legendaris. Namanya Persada Studi Klub (PSK). Inilah paguyuban seniman (terutama penggiat sastra) yang sangat berwibawa di Jogja. PSK sebagai komunitas sastra lahir pada 5 Maret 1969 yang menjadi organisasi penting bagi panggung kesusatraan Indonesia. Markasnya di kantor Pelopor Jogja. Umbu juga mengasuh rubrik Persada di media ternama di Jogjakarta itu, meski secara institusi  tidak ada kaitannya atara rubrik Persada dengan komunitas Persada Studi Klub.

Tidak hanya melahirkan Cak Nun, Linus, atau Eko Tunas. Persada Studi Klub juga menjadi tempat banyak seniman Jogja nyantrik. Misalnya saja, Ragil Suwarno Pragolopati, Arwan Tuti Artha, atau Koriie Layun Rampan, penyair dari Samarinda yang kepenyairannya tumbuh di Jogjakarta.

Sebagai penyair, Umbu pertama kali mempublikasikan karyanya di Majalah Mimbar Indonesia tahun 1960. Dua tahun kemudian, banyak puisinya yang muncul di media. Selain Mimbar Indonesia, puisi Umbu Landu juga muncul di  Basis, Gelanggang, Gajah Mada, Gema Mahasiswa, Mahasiswa Indonesia, atau Pelopor Jogja.

Sementara itu, buku puisinya pernah dikumpulkan dalam antologi berjudul Melodia. Hanya, buku yang menyertakan sajak-sajaknya yang ditulis dari 1962 hingga 1967 itu, tidak pernah diterbitkan.  Tapi setahun kemudian, puisi Umbu Landu muncul dalam antologi bersama Darmanto Jt. dan Abdul Hadi WM. Dalam buku bertajuk Manifes, kumpulan puisi ini diterbitkan oleh Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia dengan dipercantik ilustrasi goresan Amri Yahya.(kib)