Jumat Pon, Saatnya Sowan Panembahan Senapati (4)

oleh -147 Dilihat
oleh

Usai berdoa untuk Ki Jurumertani, saya mundur menuju pintu, dari sisi timur. Ki Bekel Hastono Sumitro mendekat, mengajak ke sebuah soko atau tiang penyangga cungkup besar itu. Soko yang diberi pagar besi setinggi dengkul. Pada tiang itulah, dulu Pangeran Puger bersemadi dan mendapatkan wangsit. Lalu, pria tua berusia 80an tahun itu, menunjukan pusara Ki Ageng Mangir, yang yang separo.

Memang, banyak kisah menarik, yang ikut tersimpan di Kagungandalem Pasarean hastana Kitha Hangeng ini. Menurut Bekel Hastono Sumitro, Pasaren Senapaten memang menjadi tujuan utama para peziarah. Mereka adalah kawula Mataram, yang hendak menghaturkan sembah bekti kepada leluhurnya.

Lebih dari itu, tempat keramat ini, juga menjadi rujukan mereka yang ingin ngalap berkah. Berupa-rupa tujuan, yang datang. “Apalagi saat sekarang, mau Pemilu,” kata abdi dalem yang menjadi juru kunci paling tua itu.

Ki Bekel berkisah, banyak calon pejabat yang datang ke Senapaten. Mereka percaya, untuk naik pangkat, perlu melakukan ritual di Kotagede. Dan, nyatanya, memang tidak sedikit orang yang datang kembali, setelah hajatnya menjadi pejabat terkabul.

“Ada calon lurah yang sebelum pilihan datang ke sini. Lalu, datang lagi sudah menjadi lurah. Yang seperti itu banyak,” katanya. Saya percaya. Sebab, meski ada larangan untuk meminta sesuatu di tempat-tempat keramat, masyarakat Indonesia sangat percaya ritual-ritual khusus, sebelum memiliki mimpi.

Pasareandalem Senapaten, adalah tempat keramat utama, yang selalu didatangi orang-orang, yang memiliki mimpi. Sebagai bagian dari alas Methaok (yang menjadi cikal-bakal Mataram) tempat ini, dipercaya memiliki kekuatan mistik yang tinggi. Apalagi, di sini, bersemayam tokoh-tokoh penting di awal berdirinya dinasti Mataram.

Dan, tidak hanya menjadi tempat ngalap berkah. Makam Kotagede juga diyakini sebagai pemberi sasmita. Banyak kejadian besar, yang pralambangnya, datang dari Kotagede. “Ya jangankan peristiwa-peristiwa besar, yang kecil-kecil saja, ada pralambangnya. Jadi ya begitu. Memang banyak sasmita yang dikirim dari Senapaten,” kata pria berusia 70 tahun, penduduk Kotagede yang biasa dipanggil Babe.

Saya melangkah. Keluar dari gapura hitam-putih dengan kembali mengucap salam dalam hati. Lima pohon nagasari di depan gerbang, langsung mengirim kesiur angin.  Saya belok kanan, menuju sendang. Ada dua sendang, kakung dan putri. Tentu saja, saya masuk ke sendang kakung. Membasuh muka, saya ingin membersihkan segala kekotoran di kepala. Baru, setelah itu, meninggalkan Kagungandalem Pasarean Hastana Kitha Hageng.(bersambung)