Corona covid desease atau Covid -19 telah menghempas sendi-sendi kehidupan. Bisa bertahan di tengah wabah, adalah suatu yang sangat hebat. Tapi bukankah kita tidak punya pilihan lain, kecuali bertahan?
Jadi, mau tidak mau, kita memang mesti siap bertahan. Bertahan untuk tidak stress, bertahan untuk tidak bosen tinggal di rumah aja. Juga, bertahan untuk tidak puyeng kepala memikirkan bagaimana dapur tetap ngebul.
Bagi ibu-ibu, daftar alasan bertahan bisa bertambah panjang. Misalnya saja, karena dirong-rong mumet memikirkan menu masakan yang tiap hari berganti. Apalagi, masih harus pergi ke pasar dalam situasi khawatir dengan kondisi pasar yang penuh keramaian, padahal kita disuruh jaga jarak.
Tapi baiklah. Hari ini, tanggal 20 April 2020, saya menuliskan ini, karena besok kita semua memperingati Hari Kartini. Raden Ajeng Kartini, adalah tonggak emansipasi wanita, sehingga kita ikut kebagian puyeng memikirkan banyak hal. Meskipun, berkat pemikiran Ibu Kita Kartini, kaum wanita kini bisa leluasa berperan.
BACA JUGA http://www.kabarno.com/sewu-tumini-untuk-pak-direktur/
Buat saya, rasanya juga bersyukur karena emansipasi bisa membawa saya memiliki peran yang lumayan. Paling tidak bisa menikmati anggapan menjadi pengusaha. Padahal hanya memiliki usaha kecil-kecilan. Itu pun, sebenarnya lebih karena hobi lama. Hobi makan dan menggambar pola. Jadilah sektor makanan dan fashion, saya geluti secara serius sampai sekarang.
Nah kembali ke hal yang tadi saya sebut, ikut kebagian puyeng memikirkan banyak hal, di musim pandemi ini, kaum wanita juga terdampak. Apalagi, wanita yang punya usaha kelas UMKM seperti saya ini. Sebab, kami harus masuk kategori ODP alias ora duwe pemasukan.
Beberapa kali saya mendapat curhatan dari para pemilik usaha UMKM. Lalu kami berdiskusi bagaimana bisa bertahan dan saling menguatkan dalam situasi yang semakin tidak menentu seperti sekarang ini.
Saya menyaksikan para pelaku usaha banyak yang banting setir supaya usahanya tetap berjalan dan dapurnya tetap ngebul. Ada teman yang dulunya usaha batik tulis kini banting setir menjadi jualan ikan dan telor. Malah, ada juga teman saya yang designer sudah lumayan top di Jogja kini dia jual makanan.
Belum lagi yang tanpa persiapan dan ketrampilan, berbondong-bondong alih profesi menjadi pengusaha alkes atau alat-alat kesehatan seperti masker dan handsanitizer. Tapi yang memprihatinkan, ada juga teman yang tidak tahu harus banting stir menjadi apa, sehingga benar-benar gulung tikar.
Alhamdulillah. Saya bersyukur karena diberi kesempatan belajar di bidang fashion dan kuliner sehingga bisa menyesuaikan diri dengan cepat menghadapi situasi ini. Meskipun saya sempat tidak yakin dengan apa yang akan saya kerjaan, tetapi berkat support dari sahabat-sahabat, saya membuat saya bisa melewati masa-masa sulit ini.
Hasilnya, meski ala kadarnya, saya masih menerima pesanan-pesenan batik dan kue-kue lebaran sehingga saya tidak jadi merumahkan pegawai.
Saya bersama teman-teman komunitas pelaku usaha UMKM yang kebetulan anggotanya ibu-ibu saat ini menerapkan sistem gandeng-gendong. Gandeng-gendong bermakna saling nglarisi dan membantu menjual produk-produk teman sendiri. Kita bergandengan tangan dan bahu-membahu untuk tetap mensupport satu dengan yang lain agar usaha kita tetap bisa berjalan.
Salah satu trik yang sebelumnya tak terfikirkan, seperti datang tanpa diundang. Umpamanya saja, untuk urusan bahan baku. Agar dapat bertahan, cara menghemat pengeluaran kelompok pelaku UMKM menerapkan sistem belanja grosir.
Kemudian kita jual kepada sesama UMKM dengan harga tetap grosiran, walaupun barang produk kita ecer per kilo. Sebagai contoh kami membeli gula 1 karung kemudian kita bagi per 5 kilo kepada teman-teman. Mereka tetap membeli dengan harga grosir. Begitu juga dengan bawang putih, minyak dan kebutuhan pokok lainnya.
Belum lama ini, kami pengurus komunitas menyalurkan 2 ton beras kepada teman-teman komunitas dengan harga murah. Saya sudah mengusulkan program kepada teman-teman komunitas untuk penanaman polowijo dan sayuran di rumah masing -masing untuk membantu memenuhi kebutuhan sayur-sayuran di dapur.
Pada masa pandemi ini, terus-terang saja, bertambah kompleks. Beban sebagai pelaku usaha UMKM saja sudah sangat banyak, belum ditambah beban sebagai ibu rumah tangga yang harus bisa menjadi garda terdepan di rumah tangga masing- masing.
Eh nanti dulu. Beban lainnya, kami masih harus menjadi ibu guru bagi anak-anak yang belajar di rumah. Juga, menjadi istri yang tanggap serta sigap menyiapkan menu makanan bagi keluarga karena suami sekarang harus Work From Home.
Beginilah yang kami hadapi di musim pandemi. Saya jadi membayangkan, apakah dulu Ibu Kita Kartini juga menghadapi peran-peran yang kompleks seperti itu? Mungkinkah pandemi kolonial, juga memaksanya memutar otak sampai puyeng?
Tapi okelah. Mari kita lakukan tanggung jawab itu dari zona yang terkecil yaitu keluarga kita masing masing. Tetap menjaga jarak dan menggunakan masker jika harus keluar rumah. Menyediakan menu sehat dan bergizi untuk keluarga serta jangan lupa olah raga dan berjemur di pagi hari.
Selamat hari Kartini buat ibuku, saudara-saudaraku, Bu Endah, Bu Uri, Bu Asti, Bu Mindar. Buat sahabat UMKM saya, Bu Theresia Sunarsih, Bu Lusia Demaryanti dan Bu Sri Widaryati. Serta, buat wanita-wanita hebat di seluruh Indonesia. Teruslah berkarya dan berjuang untuk keluarga dan negara.
Kartini siap melawan pandemi.