Keris Tangkis Antara Legenda dan Rasa Penasaran

oleh -682 Dilihat
oleh

Pagi-pagi tadi, suasana WAG yang menjadi rumah budaya virtual bagi para pecinta keris Perkumpulan Brajabumi sudah riuh. Diskusi menyoal keris tangkis. Sebuah legenda yang seperti antara ada dan  tiada.

Dikusi membahas keris tangkis pertama ditawarkan oleh Ketua Umum Perkumpulan Brajabumi, Ki Setyo Budi. Lalu, Ki Beta P Yuwana menanggapi pertama dengan pertanyaan yang menarik. “Keris tangkis dengan keris berpamor tangkis mungkin bisa bermakna beda ya Ki,” katanya.

Mendengar keris tangkis, Ki Himawan Ressi justru kaget. Kolektor yang termasuk memiliki keris secara lengkap itu, mengaku baru pertama kali mendengar istilah keris tangkis. “Waah malah baru denger Pakdhe itu dhapurkah..? Setahu saya, sebelumnya  ada tangkis/slewah sebagai pamor,” tuturnya.

Ki Setyo yang melempar diskusi menambahkan bahwa Keris Tangkis termasuk keris yang luar biasa. Bentuknya sederhana, dari era yang sangat sepuh. Termasuk keris langka dan banyak diburu orang.

“Waaahh kisahnya seperti keris Mpu Gandring kah? Yang entah di mana keberadaannya serta bagaimana bentuk dhapurnya,” timpal Ki Ressi sambil menbahkan bahwa jika keris tersebut di luar pakem, mungkin sifatnya dulu adalah keris inden alias keris pesanan khusus dari orang-orang tertentu. Sebab, jika masih dalam pakem, pasti ada data-data yang akurat.

Mungkin, tambahnya, penamaan keris tangkis yang diberikan oleh pembuatnya, untuk pesanan khusus yang bersifat terbatas hanya untuk seseorang. Analisa Ki Ressi ini, tentu saja menarik. Karena menurut Ki Setyo, jenis keris ini konon hanya dipakai oleh Puta Mahkota dan lebih menekankan pada sisi isoteri dari pada keindahan bentuknya. Bisa jadi  dimaksudkan untuk menjaga keselamatan sang pangeran.

Devinisi kata tangkis, bisa dimaknai menangkis yang secara verbal bermaksud menolak atau amenahan pukulan atau serangan dengan senjata. “ Atau bisa juga diartikan menghadapi, melawan, dan menggagalkan serangan. Hehehe .. entah jika devinisi dari cenayang,” kata Ki Ressi.

Secara makna, kata tangkis menurut Ki Beta, bisa dipamahi juga sebagai menangkis sesuatu yang tak terlihat. Misalnya saja menangkis dari sengkolo atau marabahaya. Bisa juga menangkis sega yang bersifat global seperti bencana alam, huru-hara, musibah, atau yang lain.

Pendapat Ki Beta dibenarkan oleh Ki Setyo yang menyebut banyak keris yang bisa dipakai untuk menangkis malapetaka. “Seperti halnya keris putut sujen yang banyak digunakan untuk ritual tolak bala. Mungkinkah keris tangkis juga memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda, hanya kalau keris putut sujen banyak diproduksi dan dikiliki umat, tapi keris tangkis hanya orang tertentu yang memiliki dan sangat terbatas,” demikian Ki Setyo melempar pertanyaan.

Dalam kisah pewayangan, saat lahirnya Parikesit, ada kisah yang berhubungan dengan keris. Ketika bayi Parikesit hendak dibunuh oleh Aswotomo, kakinya njejek keris dan kerisnya menghujam ke dada Aswotomo hingga tewas. Mungkin kisah ini ada kaitanya dengan keris tangkis?

“Jika konon itu sama aja legenda / cerita rakyat bisa jadi hanyalah sebuah dongeng. Mudah-mudahan keris jangan menjadi hanya sebuah legenda. Di masa depan anak cucu kita harus tetap menjaga dan melestarikan jadi tetap melihat dan memegang wujud nyatanya,” kata Ki Himawan Ressi.

Begitulah. Di tengah diskusi yang belum berunjung, Ki Rengga Dumadi memposting foto sebilah duwung. “Apa ngaten niki ingkat kasebut keris tangkis?” Pertanyaan yang langsung ditanggapi oleh Ki Ressi bahwa keris tersebut berdhapur Kebo Lajer dengan pamor Slewah.

“Kalau pamor tangkis, satu sisi berpamor satu sisi keleng alias  tanpa pamor,” tambah Ki Ressi yang segera disambung oleh Ki Setyo bahwa dirinya memiliki jenis keris seperti itu.

“Nah itu pamor tangkis Pakdhe ketua. Namun tetap harus diamati lagi dengan seksama keleng betul-betul tanpa pamor atau warangan yang kegosongan dan pamornya nyanak sehingga terlihat tanpa pamor,” timpal Ki Himawan Ressi.(kib)