Semarang, KABARNO.Com – Program studi S2 magister Hukum Universitas Semarang melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan dan Studi Banding di Singapura dan Malaysia, baru-baru ini.
Menurut Ketua Program Studi S2 Magister Hukum USM Dr Drs Adv H Kukuh Sudarmanto BA S Sos SH MM MH, kegiatan tersebut merupakan amanat kurikulum Magister Hukum USM yang berbasis Outcome Based Education (OBE).
Disamping itu juga untuk membuka cakrawala pandang bagi calon pemimpin bangsa ke depan.
”Kuliah Kerja Lapangan ke Malaysia, para mahasiswa berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia Malaysia di Kuala Lumpur, untuk ‘ngangsu kaweruh’ bagaimana implikasi bilateral ke dua negara, Indonesia Malaysia, dalam berkolaborasi dan berinteraksi, khusunya di bidang Hukum,” ujar Kukuh.
Di KBRI Malaysia, katanya, para Mahasiswa prodi S2 MH USM diterima Atase Pendidikan Prof Dr Mohammad Firdaus, mewakili Duta Besar RI Malaysia.
Direktur Pascasarjana USM Prof Dr Indarto SE MSi menyampaikan, salam taklim dari Rektor USM Dr Supari Priambodo ST MT.
Sebanyak 44 mahasiswa MH USM yang KKL itu sejumlah 44 adalah mahasiswa yang siap menulis tesis, sehingga akan sangat bermanfaat ketika mendapat referensi dari Atase Pendidikan Kedubes RI Malaysia, Prof Dr Firdaus.
”Atase Pendidikan Kedubes RI Malaysia Prof Dr Firdaus dengan penuh keramahan menyampaikan bahwa mahasiswa Magister Hukum USM memang luar biasa KKL di luar negeri untuk membuka wawasan ilmiah di bidang hukum,” ungkapnya.
Wawasan Mendalam Isu Komplek Hubungan Bilateral
Dia menambahkan, sebagai calon magister hukum perlu wawasan mendalam mengenai berbagai isu kompleks hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia, yaitu perbatasan Natuna karena Natuna merupakan wilayah perairan yang strategis, terkait zona ekonomi eksklusif.
Selanjutnya tentang Undocumented anak pekerja migran, menurut Prof Firdaus merupakan tantangan besar, karena banyak anak pekerja migran lahir tanpa Akta Kelahiran atau dokumen identitas.
”Ketidakjelasan status hukum membuat mereka rentan terhadap eksploitasi, trafficking, dan sulit mengakses pendidikan dan layanan kesehatan,” tuturnya.
Menurutnya, upaya KBRI membuat 100 Sanggar Belajar di seluruh Malaysia untuk memberikan pendidikan dasar bagi anak pekerja Migran. Selain itu juga masalah budaya sering menimbulkan masalah sendiri bagi Indonesia dan Malaysia.
Upaya KBRI mempromosikan seni dan budaya Indonesia di Malaysia melalui pameran, festival budaya dan program edukasi, melalui UNESCO dapat melindungi warisan budaya ke dua negara.
”TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) ini menurut Atase Pendidikan KBRI merupakan masalah yang serius. Hal itu karena banyak pekerja migran yang sering direkrut melalui jalur tidak resmi/Ilegal. Upaya KBRI melakukan pelayanan 24 jam bagi pekerja migran yang menjadi korban, dan melakukan penyelamatan dan repatriasi korban TPPO dengan otoritas Malaysia,” jelasnya.
Kuku mengatakan, Kuliah Kerja Lapangan dan Studi Banding tersebut dilaksanakan oleh mahasiswa Semester 3 yang akan menulis Tesis untuk mengaplikasikan teori-teori yang diberikan oleh para dosen.
Selain itu, juga untuk memahami dan menganalisis Ipoleksosbud, khususnya di bidang. Hukum Tatanegara, Hukum Bisnis dan hukum pidana di negara Singapura dan Malaysia.(sup*)