Melihat Reruntuhan Mataram Kuno di Liyangan

oleh -118 Dilihat
oleh

Datanglah ke Dusun Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Kawasan  galian kelas C ini,   menjadi perhatian para arkeolog sejak ditemukannya benda-benda bersejarah di lokasi tersebut.

Situs Liyangan berbeda dengan situs-situs lain yang pernah ditemukan di Indonesia. Situs Liyangan merupakan sebuah perdusunan di zaman Mataram Kuno sekitar abad ke-9, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya bentuk bangunan rumah panggung dari kayu yang kayunya telah menjadi arang.

Berdasarkan penelitian tim Balai Arkeologi Yogyakarta, Situs Liyangan terdiri atas tiga bagian, yakni area hunian, peribadatan, dan kawasan pertanian. Penelitian sementara tim arkeologi, secara umum potensi data arkeologi Situs Liyangan tergolong tinggi berdasarkan indikasi, antara lain luas situs dan keragaman data berupa bangunan talud, candi, bekas rumah kayu dan bambu, strutur bangunan batu, lampu dari bahan tanah liat, dan tembikar berbagai bentuk.

Ketua tim peneliti Situs Liyangan Balai Arkeologi Yogyakarta, Sugeng Riyanto,  menjelaskan tentang berbagai temuan monumental di Situs Liyangan. Temuan itu, tidak hanya berupa arca dan bangunan candi, tetapi juga perkampungan dan lahan pertanian. “Ada temuan yang membuktikan aktivitas perkampungan, antara lain pala, arang, keramik, tembikar, dan logam. Area yang dibebaskan adalah kompleks perkampungan,” katanya.

Ia mengatakan untuk penelitian lebih intensif akan melibatkan sejumlah ahli yang selama ini belum terlibat, seperti ahli botani, logam, dan keramik. “Ke depan tim akan membuat database  temuan. Data ini diperlukan untuk penelitian lebih lanjut,” katanya.

Situs Liyangan merupakan situs dengan temuan sangat kompleks yang ada di Indonesia pada masa kerajaan Hindu. Kepala Balai Konservasi Borobudur, Marsis Sutopo, mengatakan, untuk mengungkap Situs Liyangan yang terpendam pasir enam hingga delapan meter tersebut perlu memperharikan konservasi.

Ia mengatakan, dalam konservasi ada konservasi material atau benda, konservasi bangunan, konservasi situs, dan dalam lingkup yang lebih luas ada konservasi kawasan. “Di sini yang lebih utama adalah konservasi situsnya atau konservasi ruangnya karena masalah data masa lalu itu bukan hanya bangunannya tetapi juga peristiwanya,” katanya.

Peristiwa yang terjadi dulu kemudian datanya sampai sekarang seperti apa, misalnya tumpukan pasir dan batu-batu besar yang menyisip ke sana ke mari itu tentu dulu juga mengalir. Hal itulah yang akan dikonservasi, yakni data peristiwa kebencanaan sehingga kalau orang ke sini itu masih bisa melihat, dulu pernah terjadi tumpukan pasir sekian meter kemudian aliran pasir itu membawa batu-batu besar.

“Itulah yang nanti akan kami konservasi, caranya bagaimana ada konsep-konsep tertentu, misalnya bukit tumpukan pasir itu jangan dikepras semua tetapi disisakan, untuk menunjukkan kondisi sebelumnya,” katanya.

Ia mengatakan, nanti akan dikonservasi proses peristiwanya, ketika dulu bangunan digunakan kemudian terkena bencana letusan Gunung Sindoro kemudian ditinggalkan dan ditemukan kembali sekarang ini.

“Konservasinya harus menuju ke situ, tidak hanya konservasi ke bendanya maka harus dilihat secara keseluruhan sehingga nanti rencana konservasi bisa direncanakan, dituangkan di atas kertas, dan diwujudkan di lapangan,” katanya.

Pembebasan Lahan Pemerintah berencana memperlebar pembebasan tanah di kompleks Situs Liyangan untuk mempermudah ekskavasi situs peninggalan zaman Mataram Kuno tersebut.(tom)