Meniko Ki Anom Sucondro Dalang Lulusan Habirandha Keraton Jogja

oleh -722 Dilihat
oleh

Sabtu malam, 11 Agustus 2018, dalang Ki Anom Sucondro akan tampil dalam Merti Desa Tawangsari, Pengasih, Kulon Progo. Menurut rencana, dalang asal Jatimulyo, Girimulyo itu, siap membawakan lakon Semar Boyong.

Di Lingkungan Kulon Progo, nama Ki Anom Sucondro sudah masuk jajaran ternama. Sebab, jadwal ndalang sudah mulai padat. Sementara itu, jam terbangnya sebagai dalang wayang kulit, sudah sangat panjang dengan wilayah tanggapan meluas tidak hanya di sekitaran Jogjakarta.

“Ya kalau tanggapan sudah di mana-mana. Di Kalimantan, Lampung, Palembang. Di Pulau Jawa sudah di semua kota,” jelasnya saat dihubungi Kabarno.com melalui sambungan telepon, Kamis sore, 9 Agustus 2018.

Perjalanan karir pria kelahiran 3 Juli 1974 ini, juga sangat panjang. Anom Sucondro lahir dari keluarga dalang. Kakeknya, Mbah Jogoyudo adalah dalang sepuh. Sementara sang ayah, Ki Cipto Subali, juga dalang tua yang namanya melegenda. Itu yang membuat Anom Sucondro seperti dituntun untuk menjadi dalang.

“Sebenarnya ada faktor ketidaksengajaan. Tidak sengaja, cuma seneng saja main wayang. Terus pentas lama-lama ditanggap, dan orang mulai mengenal nama saya. Tapi memang, bukan karena ingin jadi dalang,” kata dalang yang juga Kepala Desa Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo itu.

Seperti naluri, Anom Sucondro, diarahkan oleh lingkungannya untuk menjadi dalang. Apalagi, sudah sejak kanak-kanak, ia mengenal wayang. Nyaris setiap ayahandanya ndalang, ia ikut. Dari sanalah,  secara tidak langsung, ia belajar menjadi dalang.

“Suka wayang dari kecil. Terus sering ikut ke mana-mana kalau ayah saya mendalang. Setelah SD sudah bisa mayang. Saat SMP juga sudah pentas kecil-kecilan. Setelah SMA sudah berani ikut lomba meski setingkat Porseni,” ungkapnya.

Sejak itu, berbagai festival pedalangan diikuti. Ia misalnya menjadi Penyaji Terbaik sebuah lomba pedalangan tingkat Kabupaten Kulon Progo. “Ikut ke tingkat Provinsi DIY tapi kalah dari Pak Wondo yang sudah senior,” kata Anom yang waktu itu mendapat juara kedua karena juara pertama diberikan pada Pak Wondo, dalang senior dari Sleman.

Memenangi sejumlah lomba mendalang, Anom Sucondro mulai percaya diri mayang. Awalnya, hanya tampil di siang hari. Tapi setelah itu, mayang secara serius di malam hari saat diundang oleh Radio MBS Jogja.

Lulus SMA Ploso, Anom Sucondro melanjutkan kuliah di Jogja sambil serius menekuni pedalangan. Bukan sekadar menekuni secara otodidak atau melalui dalang-dalang senior, tapi masuk sekolah pedalangan milik Keraton Jogjakarta, Habiranda.

Diasah kemampuannya di Habiranda, kemampuan Ki Anom Sucondro makin matang. Apalagi, ia digembleng langsung oleh mentor utama Romo Riyo Cipto Sasongko yang merupakan Pengangeng Habiranda.

Setelah itu, sejumlah prestasi diraih. Misalnya saja, di tahun 2004. Ia menjadi Juara Harapan Dua di Festival Wayang Indonesia Bidang Pedalangan dari Dinas Kebudayaan DIY. Serta, Penyaji Terbaik Festival Dalang Remaja pada Festival Kesenian Yogyakarta  (FKY) XVI.

Merasa dituntun untuk menjadi dalang, Ki Anom Sucondro mulai serius menetapkan profesinya sebagai dalang mulai 2002. “Kalau orang tua pengin sekolah resmi dan bekerja, seni mengalir saja. Tapi  saya kok merasa dipakai orang, waktu itu sampai Semarang, Kalimantan, Sumantera. Dari sana, juga dapat rejeki. Akhirnya sadar harus mencari jati diri sebagai dalang,” jelasnya.

Dan, sebagai dalang, Ki Anom Sucondro tidak meninggalkan tradisi lama yang dilakukan dalang-dalang sepuh yaitu melakukan sejumlah ritual, semadi, dan tirakatan. “Ya ritualnya berdoa. Karena menurut orangtua saya, mendalang itu sedang berdarma baik. Kerja tapi menjadi dalang  itu kerjanya berbeda dengan kerja yang lain,” ungkapnya.

Selain berdoa, Ki Anom Sucondro juga berpuasa, ziarah ke para leluhur, tokoh-tokoh, raja-raja Jawa, dan tempat-tempat keramat. Mulai dari Imogiri, makam Wali Songo, hingga tempat keramat seperti Makam Ki Panjangmas pernah menjadi tempat untuk bertetirah.

“Awal-awalnya pernah bertapa. Aku yo kepngin dadi wong, berikhtiar. Minta ditunjukan jalan seperti apa. Lalu ditunjukan jalan menjadi dalang, ya sudah ini amanah,” tutur dalang yang memiliki titel Sarjana Hukum itu.

Maka begitulah.  Ki Anom Sucondro adalah dalang sejati (dalang yang lahir dari para leluhur dalang). Meski memiliki latar pendidikan formal yang baik hingga merampungkan studi Sarjana Hukum, dalang adalah panggilan jiwanya. Kini, bersama sanggar Larasati Budaya, Ki Anom menghimpun 60 orang seniman.

“Ya semua mencari rejeki dari pedalangan. Mulai dari wiyogo, sinden, sampai supir truk. Ya Alhamdulillah bisa memberi teman-teman pekerjaan yang layak,” kata Anom Sucondro yang mengidolakan tokoh Baladewa yang secara dramaturgi selalu menarik dimainkan.(kib)