Sang Penangsang-4: Pantangan Lakon Aryo Penangsang

oleh -232 Dilihat
oleh

Di sekitar petilasan Arya Penangsang, sebuah tradisi lestari hingga kini. Tradisi membuat sedekah bumi, sebagai rasa syukur kepada kemuliaan yang datang dari Tuhan. Juga, untuk mengalirkan doa-doa kepada para leluhur Jipang.

Upacara sakral yang penuh kekerabatan itu disebut dengan manganan yang biasanya dilakukan di makam Gedong Ageng. Secara umum ada tiga acara manganan, yakni saat turun hujan pertama kali, saat tanam padi, dan saat panen.

Salah satu rangkaian acaranya, menanggap kesenian tradisional. Misalnya saja  wayang kulit atau ketoprak. Tapi tentu saja, masyarakat Jipang memahami pantangan yang sudah turun-temurun bahwa di desanya tidak boleh memainkan lakon Arya Penangsang. “Itu berbahaya,” kata jurukunci Makam Gedong Ageng.

Sebagai petilasan keraton Jipang yang bersentral pada sosok Arya Panangsang, kawasan Jipang selalu ramai didatangi peziarah. Tidak hanya di saat digelar acara tradisi manganan, tapi nyaris setiap hari   ada yang datang ke makam.

Mereka yang datang, bukan dari daerah di sekitarnya, tapi juga dari luar daerah. Yang paling banyak, dari Solo dan Yogyakarta. Tapi sesekali datang orang dari tempat jauh seperti Jakarta atau Surabaya.

Seperti umumnya di  tempat keramat, selalu saja ada yang meminta keberkahan. Mereka datang tidak sekadar berziarah, tapi juga untuk mengharapkan sesuatu. Termasuk para pejabat yang ingin naik pangkat, tidak digeser dari jabatan, atau mereka yang ingin nyalon. (bersambung)