Bagai dedongengan para simbah zaman dulu, corona datang membawa pageblug. Virus yang terus-menerus memberi cerita duka tentang kematian. Dan, dari seluruh sisi bumi, corona menyebar ketakutan.
Tidak pernah ada yang menyangka, virus corona telah memporak-porandakan tatanan kehidupan manusia seluruh dunia. Sampai sendi kehidupan paling bawah harus berubah agar penyakit tak luas mewabah. Saya mencoba mereka-cipta sebuah catatan sebagai pengisi liburan Nyepi.
Seperti biasa tulisan ini sangat ringan sebagai hiburan. Cerita-cerita yang seru hingga cerita tentang pertengkaran pasangan akibat celengan rindu sudah terkikis habis. Tiap hari berkumpul di rumah, bekerja dan belajar dari rumah, ternyata tidak semuanya terasa indah.
Menghindari salah arti lantaran ilmu saya tentang penyakit yang hanya sedikit, saya mencukil informasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai awalan tulisan agar terkesan sedikit pintar. Menurut WHO, Coronavirus desease (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus yang baru ditemukan.
BACA JUGA http://www.kabarno.com/ke-belitung-nks-membayangkan-kopi-menoreh/
Kebanyakan orang yang terinfeksi virus COVID-19 akan mengalami penyakit pernapasan dari ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus. Namun, bagi orang-orang yang telah berusia tak lagi muda dan mereka yang memiliki masalah medis seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker, COVID-19 menyebabkan penyakit semakin serius. Tak sedikit kemudian berakhir dengan kerusakan paru-paru dan meninggal dunia.
Cara terbaik untuk mencegah dan memperlambat penularan virus COVID-19 adalah memahami bagaimana penyebarannya. Lindungi diri dan orang lain dari infeksi dengan mencuci tangan atau sering menggunakan alkohol dan tidak menyentuh wajah. Virus COVID-19 menyebar terutama melalui tetesan air liur atau keluar dari hidung ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Saking menakutkannya, COVID-19 berubah jadi hantu tak kasat mata, yang mengalirkan perhatian pimpinan negara di seluruh benua. Yang awalnya menganggap sepele, harus menanggung akibat yang gede.
Tak salah jika kemudian, pemerintah kita meminta kita makaryo saking nggriyo (MSG). Anak sekolah dan kuliah diminta belajar melalui daring. Himbauan itu sangat masif melalui berbagai media yang meminta tidak berkerumun atau istilah kerennya kita dihimbau untuk social distancing.
MSG atau Makaryo Saking Griyo bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai Bekerja Dari Rumah (BDR). Tapi karena seluruh dunia mengalaminya maka yang lebih populer istilahnya Work From Home (WFH).
Saya lebih senang menggunakan istilah MSG karena sifat ndeso saya yang merasa lebih enak menyebutnya makaryo saking griyo. Sementara ada istilah baru yang sebelum isu virus corona muncul tidak ada, semisal Work At Office (WAO) yang bermakna bekerja di kantor atau makaryo wonten kantor (MWK).
Himbauan pemerintah ini disikapi oleh institusi tempat saya bekerja dengan awalnya separo MSG yaitu membagi dua kelompok. Kelompok pertama bekerja di rumah dan kelompok kedua bekerja di kantor. Namun, melihat perkembangan penyebaran virus dan korban yang berjatuhan, akhirnya diterapkan MSG penuh.
Nah, masalahnya BPJAMSOSTEK tempat saya mengabdikan diri, harus melayani peserta. Melayani peserta dalam hal ini melingkupi pendaftaran kepesertaan, pembayaran iuran, ataupun pengurusan klaim.
Tidak terlalu bermasalah untuk dua hal yang pertama yaitu pendaftaran kepesertaan dan pembayaran iuran. Tapi tidak demikian untuk pengurusan klaim yang diharuskan menyampaikan dokumen dan biasanya perlu dilihat dan difoto agar pembayaran manfaat tepat untuk yang berhak.
Memiliki layanan elekronik, sepertinya terpacu oleh virus corona agar segera diwujudkan dan tidak boleh hanya sekadar angan-angan. Di sisi inilah kelebihannya, jika institusi tak lagi bergantung pada pihak lain untuk bisa mengembangkan aplikasi. Rasanya tidak salah untuk mampu mandiri walau awalnya dicibir sana-sini.
Demi mendukung gerakan Social Distancing untuk mencegah semakin meluasnya penyebaran virus COVID-19 di Indonesia, BPJAMSOSTEK menerapkan LAPAK ASIK (Pelayanan Tanpa Kontak Fisik) mulai 23 Maret 2020 lalu.
Segala urusan klaim jaminan peserta tetap selesai tanpa takut akan penularan virus akibat kontak fisik. Sudah begitu, supaya tidak ada kerumunan di kantor cabang, melalui antrean elektronik peserta yang akan klaim mengatur jadwalnya kapan akan klaim ke kantor cabang.
Serunya, peserta dilayani tanpa tatap muka. Di layar komputer staf pelayanan menyapa dengan senyum lebar dan peserta diminta mengikuti perintah termasuk menempatkan dokumen klaim yang langsung difoto.
Setelah beres semua, peserta tinggal nunggu pembayaran melalui transfer bank. Benar-benar pelayanan yang asyik. Tapi memang, dengan himbauan social distancing, yang dapat dilayani tidak bisa sebanyak keadaan normal. Semoga semua bisa memahami kondisi ini.
Nah, soal MSG tadi itu, saya juga boleh MSG. Tapi ada kondisi yang mengharuskan saya mesti hadir secara fisik untuk urusan yang tidak boleh dibilang sepele. Sebab urusan ini, memenuhi undangan salah satu kementerian membahas antisipasi potensi PHK dampak COVID-19. Tidak banyak yang diundang dan langsung dipimpin pejabat penting yang pagi-pagi sudah wanti-wanti saya mesti hadir.
Ndilalahnya, Mas Fatur, pengemudi yang biasanya menemani, di minggu sebelumnya sakit. Jadi, agak deg-degan juga. Apalagi (ini yang agak menegangkan), baru 500 meter melewati pintu tol, Mas Fatur mengatakan kalau tidak kuat lagi nyopir.
Lalu mengerem mobil secara mendadak dan keluar mobil serta memberikan kemudinya kepada saya. Ia sendiri lalu duduk di pinggir tol menahan demam dan bilang akan jalan keluar jalan tol untuk pulang. Tawaran saya untuk mengantar ke rumah sakit ditolak.
Alhamdulillah. Mas Fatur tidak sakit serius. Saya tidak berani minta cerita dia pulang dari gerbang tol. Pokoknya, sekarang sudah sembuh dan menyampaikan jika siap untuk masuk kerja. Terang saja saya bahagia, namun saya jawab, “Tinggal di rumah saja, bantu pencegahan penularan virus corona. Nyopir ke kantor biar saya lakukan sendiri.”
BACA http://www.kabarno.com/nks-buku-kisah-hidup-sumarjono-dicetak-ulang/
Jadi begitulah. Saya nyopir sendiri ke kantor. Untungnya jalanan sepi sehingga tidak stres saat mengemudi. Hanya kebiasaan menulis saat di mobil, tak bisa dilakukan lagi.
Tapi pulang kantor, datang cerita horor lainnya saat virus corona merebak. Sebab, mbak asisten rumah tangga, pagi-pagi mengaku dadanya sakit sekali disertai sesak nafas. Untungnya dokter yang memeriksa mendeteksi asam lambung mbak ART naik dan mendesak ke rongga dada.
Kami sekeluarga sepakat: mbak ART harus mengisolasi diri dalam kamar, makan dan istirahat. Biarlah nyapu, ngepel, nyuci dan masak kami yang lakukan.
Toh kebetulan anak bungsu dan ibunya belajar di rumah dan anak sulung, yang bekerja di instansi pemerintah, juga melakukan MSG. Jadilah tugas dibagi habis sesuai dengan sertifikasi keahlian serta minat masing-masing.
Setelah tugas pagi selesai, anak sulung yang sedang MSG melakukan rapat dengan rekan kerjanya melalui video conference (vidcon). Tak tahu kalau sedang vidcon, saya masuk kamar si sulung dan langsung rekan kerjanya menyapa, “Halo Om Jono. Apakabar?”
Ternyata ada dua atau tiga orang rekan kerja si sulung yang mengenal saya karena teman si sulung kuliah dulu dan pernah main ke rumah. Saya lupa saat itu apakah saya sedang mengerjakan tugas menyapu, mengepel, atau pamit bersiap makaryo wonten kantor.
Protokol baru juga diberlakukan di rumah. Siapapun yang karena keadaan harus keluar rumah, maka saat datang harus langsung mandi dan mencuci baju yang dikenakan. Tak terkecuali untuk saya. Aturan ditetapkan dan tidak bisa diganggu gugat untuk kebaikan semua. Maka demi keutuhan rumahtangga, saya menjalankan protokol baru: pulang dari makaryo wonten kantor langsung mandi dan mencuci pakaian.
Masih ada lagi protokol lain yang diterapkan di rumah yaitu social distancing. Jaga jarak aman tapi mengantuk dan tidur masih diperbolehkan tak menjaga jarak. Usahakan jaga jarak pada saat jam istirahat dan bukan pada saat vidcon. Pada jam yang dipercaya saat sinar matahari bagus untuk membunuh kuman, kami berempat sepakat untuk sunbath tanpa sambat kepanasan. Tetap dalam jarak aman tanpa pelukan.
Keributan kecil sebagai bumbu nikmatnya sebuah keluarga, tentu terjadi. Ternyata kebiasaan bekerja di kantor dan jarang makaryo saking griyo membuat penguasa rumah agak jengah. Para ibu yang biasanya nonton drakor perlu berfikir keras untuk menyusun menu yang biasanya diserahkan sama warteg dekat kantor.
Saat menu tidak berganti dan makanan hanya dipandangi, sudah barang tentu ada pihak yang ngambek berhari-hari. Lantas menyuruh untuk mendingan makaryo wonten kantor, tidak perlu makaryo saking griyo.
Begitulah. Beberapa pelajaran penting yang saya rasa bisa kita petik dari pandemi virus corona. Paling tidak, ini mengingatkan kita bahwa kita semua sama, terlepas dari budaya, agama, pekerjaan, strata ekonomi, atau hal lainnya.
Pandemi ini juga mengingatkan kita bahwa kesehatan itu sangat berharga. Selanjutnya, pesan terpenting wabah corona, angat jelas bahwa rumah dan keluarga adalah tempat paling aman untuk berlindung. Apalagi, rumah juga bisa untuk bekerja: makaryo saking griyo. (*)
Nami Kulo Sumarjono. Salam Sehat. Salam NKS