Abimanyu Gugur & Kepedihan Hati seorang Kawulo

oleh -368 Dilihat
oleh

Baratayuda diam-diam menyimpan bara. Semua tokoh seperti menjadi target untuk digulung prahara. Kali ini, Raden Abimanyu yang maju menjadi tumbal perang besar itu.

oleh: ki bawang
dalang tanpa wayang

Dan, setelah perang habis-habisan, Kurawa bersorak melihat Abimanyu, putra Arjuna yang ambruk di Kurusetra. Ini Lakon yang mengurus airmata karena kematian Abimanyu yang tragis. Putra kinasih Arjuna yang sakti ini,  mati di tangan beribu anak panah Kurawa yang méngepungnya. Abimanyu ranjap, tubuhnya berubah jadi sasaran panah yang mengerikan.

Hujan panah  Bala Kurawa yang beribu-ribu, membuat Pandawa menahan murka. Airmata mengalir, karena semua mencintai Abimanyu lebih dari siapapun. Sementara  kesedihan paling menyiksa dirasakan oleh Arjuna yang tidak hanya menangis tapi putus-asa. Kemarahannya nyaris menghanguskan diri, andai tak tertolong. Ia harus diselamatkan agar perang suci Baratayuda tetap berlanjut.

Bersama kematian Abimanyu, Arjuna yang dicintai para dewa bersumpah: harus bisa membinasakan Jayajatra sebelum matahari tenggelam, atau jika gagal ia memilih menyusul Abimanyu ke alam kelanggengan. Sumpah itu, tentulah bukan sembarang kata-kata, karena didengar semesta dan harus dilaksanakan. Arjuna adalah seorang ksatria yang kata-katanya harus diwujudkan.

Kurawa lagi-lagi bersorak. Jayajatra yang ikut disebut sebagai tersangka utama kematian Abimanyu, harus diselamatkan. Ia harus disembunyikan agar tak ketemu saat Arjuna mencarinya. Maka, sampai matahari tenggelam sang Jayajatra berada dalam lindungan Kurawa lengkap dengan prajurit segelar-sepapan.

Kurawa menyembunyikan Jayajatra di tempat paling tidak mungkin dicari. Dan benar. Hingga selepas tengah hari, Arjuna yang sudah membawa panah tak kunjung menemukan Jayajatra.  Ia mulai putus asa ketika matahari sudah bergeser ke barat.

Dan peran Sri Kresna sebagai penasihat utama para Pandawa ditunggu. Mengetahui sumpah Arjuna yang tak bisa ditawar, Kresna segera mengambil senjata Cakra. Pusaka sakti itu dilesatian ke angkasa, mengejar sinar sore matahari. Pusaka kadewatan itu segera menutup pancaran cahaya sehingga dunia berubah gelap. Saat utulah Bala Kurawa berpesta.

Kemenangan ada di depan mata, jika benar Arjuna memilih mati karena gagal membunuh Jayajatra. Dan, di tenah mabok kemenangan itulah Jayajatra muncul dari persembunyiannya. Ia tertawa melihat matahari Hilang pertanda malam segera datang.

Saat itu, saat Jayajatra memperlihatkan kepalanya yang mendongak memandangi matahari, Arjuna melepaskan anak panah. Dalam setitik detik, Jayajatra terpekik sesaat sebelum perjaya, mati dengan kepala lepas. Kurawa menembang kesedihan.

Lakon ini, lakon perih. Perang yang menguras bukan hanya darah tapi energi hidup rakyat. Saya sangat hati-hati menulis ulang lakon Ranjapan ini, untuk membaca suasana. Tidak berani memberi tafsir apa-apa, karena kepedihan yang bergulung-gulung saat menuliskan lakon ini.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.