JAKARTA,KABARNO COM – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menyatakan keprihatinannya terhadap perkembangan pemberantasan korupsi di Indonesia yang minim progres.
Meskipun sudah puluhan tahun dilaksanakan, pemberantasan korupsi tampaknya belum menunjukkan hasil yang signifikan. Sementara skala kerugian negara yang ditimbulkan justru semakin membesar.
“Sangat miris, saat pemerintah bekerja keras mewujudkan target efisiensi anggaran yang ‘hanya’ Rp 306 triliun, pengungkapan beberapa kasus korupsi yang baru justru memperlihatkan nilai kerugian negara yang luar biasa besarnya dan sulit diterima akal sehat. Padahal, nilai korupsi era sekarang masuk skala triliunan rupiah. Bayangkan, sebuah kasus korupsi bisa mengakibatkan negara rugi hampir Rp 1.000 triliun,” tegas Bamsoet di Jakarta, Jumat (28/2/25).
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini memaparkan, beberapa kasus korupsi besar baru-baru ini memperlihatkan nilai kerugian negara yang sangat fantastis. Salah satunya adalah kasus korupsi dengan modus pengoplosan bensin yang menyebabkan kerugian negara hampir mencapai Rp 968,5 triliun.
Selain itu, kerugian negara dari kasus korupsi tata niaga timah mencapai Rp 300 triliun, dan kasus Jiwasraya merugikan negara sebesar Rp 16,8 triliun.
“Hanya sepanjang periode 2020-2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 2,5 triliun. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara upaya pemberantasan korupsi dan dampak kerugian negara yang terus meningkat,” kata Bamsoet.
Kerugian Negara Semakin Besar
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menguraikan, dapat diambil dua kesimpulan dari kondisi tersebut. Pertama, meskipun pemberantasan korupsi sudah dilakukan selama puluhan tahun, hasil yang dicapai terbilang sangat minim. Terbukti dengan maraknya kasus korupsi yang semakin kompleks dan melibatkan jumlah kerugian negara yang semakin besar.
Kedua, tidak semua kementerian dan lembaga (K/L) menunjukkan itikad baik dalam memerangi korupsi di lingkungan internal mereka. Bahkan, di beberapa K/L, terlihat adanya kelompok atau organisasi kejahatan yang merampok keuangan negara.
“Nilai korupsi yang mencapai belasan triliun hingga ratusan triliun rupiah tidak mungkin hanya dilakukan satu-dua oknum. Melainkan melibatkan sejumlah oknum atau kelompok di dalam birokrasi K/L,” tandas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga menyoroti lemahnya pengawasan internal di beberapa K/L. Khususnya dalam tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal (Itjen) yang seharusnya melakukan pengawasan internal. Pengawasan internal di beberapa K/L dinilai sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
“Karena itu, pemerintah dan DPR perlu bersama-sama merumuskan strategi baru dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Indonesia butuh strategi baru dalam pemberantasan korupsi, karena metode dan strategi yang diterapkan sekarang terbukti tidak efektif,” pungkas Bamsoet. (*)