Api Cinta (99): Mirah Sesungguhnya Bukan Apa-apa

oleh -245 Dilihat
oleh

Madanom menyaksikan Paidi dari ujung kaki sampai rambut. Tidak ada perubahan berarti, badannya masih kurus bahkan bertambah kering. Rambutnya disisir ke kanan dan matanya tetap saja sipit sayu penuh pengharapan. 

Orang yang memandangnya akan terhanyut dalam suasana sendu-sedan. Hanya kulitnya yang bertambah mengkilap pertanda banyak kegiatan di luar rumah. Mungkin melakukan perjalanan yang jauh. Mungkin belajar sambil bekerja, atau apalah.

“Piye, ada kabar apa nang paran”

“Baik-baik saja to di tempatmu,”

“Gak ada masalah kan,”

Madanom memberondong berbagai pertanyaan. Selesai menyantap hidangan siang dengan sayur, biyung baru menanyakan kabar dan perkembangan apa yang terjadi di metropolitan.  Banyak yang ingin diketahui dari Paidi anaknya.  Bagaimana makan dan tidurnya, cara belajarnya. Banyak lagi yang akan ditanyakan, termasuk tentang Mirah Delima yang sempat memberatkan pikirannya.

Madanom mengurungkan niat menanyakan tentang Mirah. Masih sangat sensitif, luka batinnya masih basah. Belum benar-benar pulih. Madanom hanya mendoakan agar anaknya segera melupakan masa kelamnya ditinggal teman, mitro kenthel. Mudah-mudahan juga Paidi segera mendapatkan teman seperjuangan, tempat berbagi berbagai masalah. Harapannya agar Paidi  dapat menghilangkan perasaannya terhadap karibnya, Mirah.

Mirah sesungguhnya bukan apa-apa, sebatas teman sejak sangat kecil. Berlanjut sampai sekolah kampung, dan sekolah lanjutan di kota. Itu juga sebabnya Paidi-Mirah akrab banget. Saking akrabnya seperti sejoli yang tak terpisahkan. Begitu tiba-tiba Mirah menghilang tanpa sebab dan kabar berita. Tinggal Paidi kelimpungan seperti kehilangan yang amat sangat.

“Alhamdulillah kamu datang le,”

“Biyungmu kangen,”

“Susah makan,”

“Susah tidur,”

Madsani pulang setelah seharian bekerja. Masih berpeluh, berkeringat. Belum sempat membersihkan badan dari debu. Madsani mengembangkan senyum lebar, pertanda bungah hatinya. Terlebih ketika mbareb datang, tampak sehat dan kuat. Badannya tidak gemuk, hanya tambah tinggi dalam pandangan ayahnya.  Kulitnya yang tidak hitam, namun juga tidak putih. Bertambah legam, makin mempesona saja.

Seperti bapaknya. Madsani membatin. Tidak mengungkapkannya, sebatas mengamati gerak-geriknya saja.  Tidak banyak perubahan, mudah-mudahan juga tidak banyak masalah yang membelit pikirannya. Satu yang penting, semoga tidak menjadikan masa lalunya bersama Mirah, beban yang menggelayuti perjalanan hidup dan perjuangannya di masa depan.

Mudah-mudahan jalannnya lancar. Kedepan tidak banyak hambatan. Cepat menyelesaikan sekolah, mendapatkan tempat bekerja yang baik. Penghasilannya baik dan dapat membantu orang tua. Adik-adiknya yang masih kecil dan membanggakan keluarga besar Madsani-Madanom.

“Lancar belajarmu,”

“Gak ada yang susah to,”

“Mudah-mudahan cepat selesai.”

“Cepat mendapatkan tempat kerja.” (bersambung)