Berburu Emas di Bukit Menoreh

oleh -403 Dilihat
oleh
Perbukitan menoreh dari sebuah kejauhan.

Nama Bukit Menoreh tidak hanya populer namun juga melegenda di kalangan masyarakat Yogyakarta pada umumnya dan Kulon Progo pada khususnya. S.H. Mintarja (1933-1999) seorang penulis cerita fiksi “Api di Bukit Menoreh” mengambil lokus peristiwanya di Bukit Menoreh, telah menorehkan karya sebanyak 396 episode. Diponegoro dalam Perang Jawa atau lebih dikenal dengan perang Diponegoro (1825-1830), menggunakan wilayah Bukit Menoreh sebagai basis pertahanannya.

Ditulis oleh: Yatin Suwarno*

Bukit Menoreh adalah nama untuk menyebut wilayah pegunungan atau perbukitan yang mendominasi Kabupaten Kulon Progo. Entah siapa yang memulai menyebut nama Bukit Menoreh, namun di ujung barat laut di wilayah Kecamatan Samigaluh memang ada toponimi bernama Menoreh. Dalam Peta 1:150.000, rancangan Obyek Wisata di jalur Bedah Menoreh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, kelak akan menghidupkan Menoreh sebagai sebuah “Kota Menoreh”.

Adalah Van Bemmelen, seorang ahli geologi Belanda yang pada tahun 1935 pernah blusukan di bukit Menoreh.  Dalam laporannya disebutkan bahwa, di wilayah perbukitan Kulon Progo terdapat 3 bekas gunung api purba. Ke tiga gunung api purba tersebut yaitu Gunung Gajah, Gunung Ijo (masyarakat lebih mengenal Gunung Kukusan), dan Gunung Menoreh.

Dalam sejarahnya, pembentukan mineral emas  berkaitan erat dengan aktivitas vulkanisme di masa lalu. Adanya gunung api purba di Kulon Progo mengindikasikan bahwa di wilayah Kulon Progo pernah terjadi aktivitas vulkanisme di masa lalu. Namun tidak selalu, aktivitas vulkanisme akan menghasilan mineral emas.

Konon katanya, masyarakat daerah sekitar Sangon telah  melakukan kegiatan penambangan emas secara tradisional sejak tahun 1991. Ketika saya mengunjungi  daerah Plampang tahun 2013, ternyata para penambang emas adalah orang-orang yang datang dari Tasikmalaya. Orang-orang dari daerah Salopa Tasikmalaya memang terkenal piawai dalam mencari emas. Orang-orang dari Salopa juga pernah saya ketemukan di wilayah penambangan emas tradisional di Pongkor Bogor dan bahkan di Gorontalo Sulawesi.

Masyarakat Plampang hanya menyewakan lahannya saja, mereka merasa tidak mampu untuk melakukan penambangan emas. Masuk kedalam lobang yang cukup dalam, gelap dan pengap. Sebagai contoh, lubang penambangan emas di daerah Plampang Kalirejo Kokap berdiameter 80 cm dengan panjang 20 m. Selain itu diperlukan modal yang besar untuk membeli kompresor dan tromol untuk menggilang batu. Kompresor digunakan untuk menyedot tanah atau batu, bisa juga untuk memasukkan udara kedalam terowongan untuk membantu pernapasan. Sedangkan tromol berguna untuk menghancurkan batu menjadi ukuran lebih kecil, hingga menjadi butiran sangat halus.

Di Bukit Menoreh, emas tidak dalam bentuk butiran dan tidak pula berwarna kuning seperti yang dibayangkan banyak orang. Emas di Bukit Menoreh menyatu dalam batu silika-kuarsa yang berwarna putih keabuan dalam bentuk urat. Urat-urat silika-kuarsa ini mengisi rekahan-rekahan dalam batu andesit yang berwarna abu-abu tua. Batu silika-kuarsa inilah yang akan dipecah-pecah menjadi ukuran yang lebih kecil sampai halus, butiran emas akan kelihatan dan dipisahkan dengan air raksa.  Para pemburu emas mencari urat silika-kuarsa, dan mengejar kearah mana laringgi.

Terkait kandungan emas di Bukit Menoreh pernah dilakukan penelitian oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pengambilan sampel dari Kalirejo, setelah dilakukan analisa laboratorium menunjukkan konsentrasi kandungan emas 1.183 ppb. Sedangkan sampel yang diambil dari Plampang  menunjukkan konsentrasi kandungan emas hanya 50 ppb.  Pbb (part per billion) atau bpm (bagian per milliar), adalah satuan konsentrasi yang merupakan perbandingan antara berapa bagian emas didalam satu miliar batu. Jadi, ada berapa gram kandungan emas dalam batu seberat 1.000.000.000 gram atau 1.000.000 kg atau 1.000 ton.

Dalam kasus sampel dari Kalirejo, dalam 1.000 ton batu mengandung emas sekitar 1,2 gram, sedangkan sampel dari Plampang untuk batu seberat 1 ton hanya mengandung emas 0,05 gram. Mineralisasi yang berkembang mempunyai intensitas lemah hingga sedang, sehingga kadar emas yang terkandung juga rendah. Meskipun kandungan emas rendah namun harga emas lumayan tinggi. Jadi, apakah mau berburu emas di Bukit Menoreh?

*)Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)  dan perantau Kulon Progo di Jabodetabek

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.