CAKRUK: Kiai Jenar Mengundang Masa Lalu

oleh -174 Dilihat
oleh

Pagi-pagi sudah ubrug. Itulah yang terjadi di Cakruk esuk ini. Semua pendekar sedang ngumpul. Hanya Densus yang tidak kelihatan. Sampai-sampai, Denpur harus oprak-oprak mencarinya. Untungnya Kiai Jenar mengerti hari ini Densus memang sedang sibuk. Kalau Sabtu, ia menyediakan semua waktunya untuk keluarga.

Tanpa Densus agak cemplang, memang. Untungnya masih ada Ki Mbero dan Denpur yang siap menggempur siapa saja. Ditambah Kiai Jenar yang ide-idenya selalu orisinil, suasana pagi tambah regeng.

Tiba-tiba, dengan nyolowadi, Kiai Jenar tanya tentang Asi. Ini adalah putri idaman semua pendekar dari masa lampau. Hingga saat ini, ia masih menjadi penghias mimpi-mimpi ideal, jika kaum pria mencari pasangan.

Nah, kalau soal mbak Asi ini, yang paling paham hanya Ki Mbero. Maka begitu Kiai Jenar melempar pertanyaan, langsung disambar oleh Ki Mbero dengan kuda-kuda paling kokoh, sebelum melesatkan jurus lurus, Manuk Gemak Nlusup Semak.

“Mbak Asi ki sak iki domisiline nang ndi Ki?”

“Sak iki profesine opo?”

Perkiraan Ki Mbero meleset. Ia tak siap mendapat pertanyaan yang memberondong seperti mimis senapan angin. Tapi tentu saja, Ki Mbero bukan pendekar sembarangan, jadi selalu mampu menyiapkan strategis simpanan.

“Hambuh. Koyone Kiaine Jenar penasaran iki…” Bukan menanggapi lemparan aji gundolo ngremboko Ki Mbero, Kiai Jenar juga lihai berkelit. Ia memilih melanjutkan pertanyaan yang rasa-rasanya semakin menjurus ke sebuah sudut.

“Sing tok tuntun nganggo pring jaman nang Splawan kae to?”

“Wah iseh kelingan kowe Kiai?”

“Ha mbok lebokno grup janturan,” bener to. Kiai Jenar memang sedang membawa misi. Misi masa lalu yang digeret ke masa kini. Ki Mbero jelas tidak trimo, kalau Mbak Asi masuk Grup. Personil lain juga tidak trimo, teneh bosah-baseh dunia persilatan.

“Teneeh njuk doh ngganyik. Rasa. Kene lanang kabeh wae,” jawab Ki Mbero  taktis.

“Oh iyo ding. Wis do tuwo kabeh, arep ngopo yo,” timpal Kiai Jenar yang sepertinya terjebak oleh jawabannya sendiri. Jawaban yang bisa diraba arahnya bahwa ia memang memiliki ‘sesuatu’ dengan Mbak Asi di masa lalu.

Semua akhirnya paham. Kiai Jenar menyimpan kenangan yang ingin kembali diulang. Itu yang membuat Denpur sigap melempar tonjokan. “Amergo kulino, suwe-suwe dadi tresno.” Tidak tahu makna kalimat itu, tapi segera menjadi riuh perseteruan.

“Amergo kulino suwe, njuk malah dadi ngono to denpur.” Kalimat ini datang dari kejauhan. Dari intonasinya yang dalam, jelas tokoh sakti yang jarang muncul, Ki Puji.

“Haiya, bar ngono njuk ngene.” Denpur semakin kuat menggempur.

“Bar ngene njuk nganu,” timpal Ki Mbero yang membuat Kiai Jenar mak cep, kaclep. Diam seribu basa, lalu memilih menepi. Mabur, menghilang, membawa masa lalunya yang gagal  diundang ke masa kini.(kib)