Diskusi virtual Forum Sahabat Ngopi Kulon Progo kembali digelar, tadi malam. Banyak lontaran gagasan menarik dari tokoh-tokoh Kulon Progo yang rawuh. Tiga tokoh yang memberi sumbangan sejumlah ide antara lain Prof Bedjo Sujanto, mantan Wakil Bupati, Mulyono, serta Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJS Ketenagakerjaan, Sumarjono.
Diskusi malam minggu Forum Sahabat Ngopi, tadi malam juga dihadiri oleh Pak Haji Paiman, pengusaha beras yang sangat visioner. Ada pula Pak Didik Akhmadi, seorang tokoh dari Kabupaten Bantul. Kemudian tokoh-tokoh lain: Pak Sukamto, Pak Suko Ratmono, Mbah Yatno, Mad Rais, Mas Tarto.
Seperti biasa nge-zoom-plang alias ngobrol sante zambil ngomongin planning, dipandu oleh Sutrisno Yulianto yang smart dan selalu great performance.
Diskusi dibuka dengan paparan Pak Paiman tentang beras dan segala rentetan bisnis yang menyertainya, termasuk potensi bisnis sekam yang sangat besar. Seperti diketahui, sekam sering dianggap sebagai limbah yang dihasilkan pabrik pengolahan beras. Sekam selalu menjadi dilemma, karena harga jualnya sangat murah.
“Sekam itu bisa diolah menjadi barang mahal. Bisa menjadi sumber energi terbarukan, sehingga banyak pabrik modern yang membutuhkannya. Mulai dari pabrik baja, hingga semen membutuhkan sekam,” jelas Pak Paiman yang asli Pleret, Panjatan, Kulon Progo.
“Semestinya, tidak hanya sawah yang digarap, karena tegalan atau ladang yang nganggur bisa dimanfaatkan untuk menanam tanaman produktif. Misalnya saja tanaman benguk yang menjadi bahan baku tempe benguk atau tempe sengek. Selama ini penjual tempe sengek dipasok benguk dari Gunung Kidul,” tambah Pak Mulyono, Wakil Bupati Kulon Progo periode 2006-2011.
Problematika pertanian di Kulon Progo juga disoroti Pak Sumarjono yang asli Nganjir, Hargorejo, Kokap. “Saat ini, anak-anak muda semakin sedikit yang tertarik menjadi petani. Dianggap profesi yang tidak keren. Padahal, dulu saat saya sekolah di Amerika, banyak anak muda yang memilih jadi petani. Sawah puluhan hektar bisa dikerjakan hanya satu orang, keren karena mengandalkan teknologi,” ungkap Pak Jono.
Semakin malam, diskusi bertambah gayeng dan regeng, apalagi setelah Prof Bedjo Sujanto rawuh bergabung, memberi banyak masukan. Perbincangan tidak hanya masalah sawah, padi, dan pertanian, tapi mulai menyinggung soal mencari calon-calon pemimpin masa depan Kulon Progo.
“Kulon Progo ke depan, akan menjadi kota yang maju, jadi dibutuhkan sosok pemimpin yang juga berpengalaman serta berpandangan ke depan. Agar, yang paling utama, jangan sampai masyarakat Kulon Progo tersingkir dan menjadi penonton bagi kemajuan kabupatennya,” kata Prof Bedjo yang pernah menjadi Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dua periode.
Diskusi tentang pemimpin Kulon Progo semakin menarik, karena Pak Mul membagikan banyak pengalaman selama menjadi wakil bupati. Termasuk strategi pemenangan jika ada tokoh perantau yang siap maju dalam kontestasi Pilkada mendatang.
“Memang harus dimulai dari sekarang, karena masih ada cukup waktu untuk menampilkan tokoh yang siap maju di depan masyarakat Kulon Progo. Soal kendaraan, kita siapkan dari Kulon Progo. Tinggal yang di perantuan memilih tokoh yang pantas memimpin Kulon Progo,” ungkap Pak Mul sambil menegaskan bahwa syarat minimal yang harus dimiliki calon pemimpin daerah ada tiga: modal intelektual, modal sosial, serta modal kapital.
Mencari pemimpin Kulon Progo dari masyarakat perantau, memang menjadi tema menarik. Mas Trisno kemudian melontarkan ide perlunya Forum Sahabat Ngopi melakukan penjaringan calon atau semacam konvensi calon pemimpin Kulon Progo. “Kita perlu mencari pemimpin Kulon Progo masa depan,” tegas Sutrisno Yulianto, alumni SMPN 1 Temon yang salah seorang penggagas Forum Sahabat Ngopi Kulon Progo.(her)