Yogyakarta, KABARNO : Pemda DIY menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi basah berlaku sejak 24 Oktober 2024 sampai dengan 24 November 2024.
Kepala Pelaksana BPBD DIY, Noviar Rahmad menjelaskan potensi bencana hidrometeorologi basah yang harus diwaspadai antara lain tanah longsor di wilayah Kulon Progo dan Gunungkidul, serta banjir perlu diwaspadai pada wilayah sekitar sungai yang berhulu Merapi.
“Longsor itu perlu diwaspadai di Kulon Progo terutama perbukitan menoreh, juga di kabupaten Gunungkidul. Kemudian untuk banjir perlu diwaspadai sungai yang berhulu merapi. Dikhawatirkan Sungai Code Sungai Boyong meluap ketika hujan lebat,” jelas Noviar, Senin, (4/10/2024).
Dijelaskannya hingga saat ini belum ada kejadian longsor.
“Hujan lebat dalam 3 hari ini cuaca ekstrem belum ada kejadian longsor, yang ada pohon tumbang, rumah rusak tertimpa pohon, terkena angin kencang,” lanjutnya.
Pemangku kepentingan dan masyarakat dihimbau melakukan antisipasi untuk meminimalisir dampak resiko terjadinya bencana.
“Untuk bencana angin kencang ini di setiap wilayah seperti Kulon Progo, Sleman sudah ada bantuan BNPB chainsaw yang bisa digunakan untuk menebangi pohon yang sekira berpotensi mau roboh. Sedangkan untuk longsor, di lokasi potensi terkait longsor bronjong agar dipasangi bronjong,” tuturnya lagi.
Sementara itu, terkait bencana cuaca ekstrem, hujan lebat disertai angin kencang yang terjadi 3 hari terakhir, berdasar rekap data BPBD DIY, per 4 November 2024 jam 7.30, dampak cuaca ekstrem di DIY tanggal 1-3 November mengakibatkan 1 korban meninggal dunia, 1 korban luka berat untuk kejadian rumah roboh di Sewon, Bantul. Selain itu, 60 rumah rusak terjadi di semua kabupaten/kota se DIY, yaitu Kabupaten Sleman 38 rumah rusak terbanyak di Kapanewon Pakem ada 26 rumah rusak; di Kabupaten Gunungkidul 13 rumah rusak terbanyak di Kapanewon Rongkop sebanyak 13 rumah rusak; Kabupaten Bantul 4 rumah rusak; Kabupaten Kulon Progo 3 rumah rusak ; Kota Yogyakarta 2 rumah rusak.
“Selain itu juga mengakibatkan kerusakan jalan, bangunan usaha, jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, tempat usaha, kendaraan dll,” kata Noviar.
Titik terdampak cuaca ekstrem paling banyak di wilayah Sleman yaitu di Kapanewon Pakem 59 titik, Cangkringan 22 titik, Ngemplak 8 titik, Minggir 5 titik, Turi 2 titik, Sleman 3 titik, Moyudan 2 titik, Kalasan 1 titik, Godean 1 titik, dan Berbah 1 titik.
Kabupaten Kulon Progo, di Kapanewon Kokap 4 titik, Wates 4 titik, Girimulyo 3 titik, Nanggulan 1 titik, Pengasih 1titik.
Kabupaten Bantul : Kapanewon Jetis 5 titik, Bambanglipuro 1 titik, Sewon 1 titik, Banguntapan 1 titik, Pleret 2 titik.
Kejadian di Sewon mengakibatkan 1 rumah rusak, 1 korban meninggal dunia, 1 korban luka berat.
Kabupaten Gunungkidul : Kapanewon Rongkop 13 titik, Kapanewon Wonosari 1 titik.
Kota Yogyakarta : Kemantren Umbulharjo 3 titik, Mantrijeron 1 titik , Gondokusuman 1 titik, Danurejan 1 titik.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menyatakan kesiapsiagaan serta pencegahan menghadapi potensi bencana sebaiknya dilaksanakan berbasis keluarga, lingkungan dan komunitas.
Komisi A DPRD DIY juga mengapresiasi langkah Pemda DIY yang telah mengalokasikan anggaran senilai Rp 15 milyar pada Belanja Tidak Terduga (BTT) RAPBD 2025.
“Kami mendorong Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY memperkuat kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana alam. Tentunya juga dengam dukungan anggaran yang memadai. Kami informasikan, belanja tidak terduga di dalam Rancangan APBD DIY 2025 kita sepakati di angka Rp 15 miliar,” kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY.
“Belanja tidak terduga itu kita pasang dengan doa enggak dipakai. Tapi kalaupun terjadi kedaruratan dalam beberapa hal, kayak kemarin juga ada kekeringan setidaknya kita punya cadangan dana untuk membantu penyelesaian,” lanjutnya. (Wur)