Fakultas Hukum USM Adakan Diskusi Internal Bahas HAM di Indonesia

oleh -49 Dilihat

SEMARANG,KABARNO Com – Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) mengadakan Diskusi Internal dengan tema ”Menuju Indonesia Emas 2045 dalam Perspektif HAM” yang berlangsung di Kampung Laut, Semarang pada Sabtu (7/12/2024).

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Wakil Rektor III USM, Dr. Muhammad Junaidi, S.HI., M.H., Dekan FH USM, Dr. Amri Panahatan Sihotang, S.S., S.H., M.Hum., Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Siti Farida, FH Unnes, Dr. Pratama Herry Herlambang, S.H., M.H., dan Nabila Putri Berliana, S.H., serta Penghubung Komisi Yudisial Jateng, M. Farhan.

Adapun Polri yaitu Suparji, FH Unwahas, Mastur, Alumni FH USM, Hermansyah dan Muhammad Faiz, hingga Magister Hukum Undaris, Zainuddin.

Dekan FH USM, Dr. Amri Panahatan Sihotang, S.S., S.H., M.Hum mengatakan, kegiatan tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia Sedunia pada 10 Desember 2024 mendatang.

Pihaknya selalu mengangkat isu-isu yang terjadi di dalam masyarakat sebagai bahan penelitian. Dia berharap, isu tersebut dapat dikembangkan dan juga agar mahasiswa lebih peka terhadap kejadian-kejadian didalam masyarakat terutama berkaitan masalah HAM yang hingga saat ini permasalahannya belum tuntas.

”Kita harus ikut ambil peran. Karena kita mengajarkan mahasiswa untuk peka terhadap lingkungan, keadilan, terutama yang berkaitan dengan masalah hak asasi manusia. Itu harus terus kita junjung tinggi, dimana ini merupakan satu model yang pertama didalam kita hidup sebagai manusia,” katanya.

Sementara itu, Wakil Rektor III USM, Dr. Muhammad Junaidi, S.HI., M.H., menyampaikan bahwa 10 Desember menjadi satu refleksi bersama untuk terus mendukung adanya upaya penguatan terhadap isu-isu HAM.

”Sistem yang sudah berjalan saat ini sudah cukup bagus, tapi yang menjadi masalah adalah kondisi dimana kita dinyatakan bahwa isu HAM yang selalu belum selesai. Maka, Fakultas Hukum USM membuat acara diskusi internal yang isinya bagaimana kita move on terhadap masalah isu HAM yang telah terjadi di masa lampau untuk mencapai Indonesia Emas 2045,” ucapnya.

Hasilkan Beberapa Karya 

Junaidi berharap, hasil diskusi tersebut dapat diformulasikan dalam hasil beberapa kegiatan pengabdian dan penelitian yang akan dilakukan internal fakultas hukum untuk menghasilkan beberapa karya yang dijadikan sebagai wadah.

”Sehingga kita menatap ke depan untuk menyongsong Indonesia Emas dan pembangunan Indonesia yang lebih baik. Tentunya tetap dalam penguatan daripada penegakan hukum, mendorong upaya hal-hal yang belum selesai tetap harus diselesaikan, dan mengupayakan sistem hukum kita adalah sistem hukum yang benar-benar menjamin adanya hak asasi manusia,” lanjutnya.

Sementara itu, alumnus FH USM, Hermansyah Bakri mengapresiasi diskusi tersebut. Dia menilai kegiatan tersebut dapat menambah wawasan serta edukasi terkait masalah HAM, mengingat selama ini diskusi pendidikan HAM jarang sekali dilakukan dan hanya sebatas untuk kalangan tertentu.

Menurutnya, hasil dari diskusi tersebut dapat menambah masukan kepada pemerintah tentang masalah HAM untuk menuju Indonesia Emas 2045.

”Jadi nanti hasilnya bisa untuk memberikan masukan keada Kementrian HAM agar ada peradilan HAM tersendiri, dimana sampai saat ini pelanggaran HAM jarang sekali diadili. Maka dari pemikiran ini menyimpulkan bahwa jangan hanya sekali ini saja, tetapi dapat dilaksanakan secara keputusan hukum yang berlaku,” ungkapnya.

Hermansyah menyebut agar HAM dapat terlepas dari kepentingan politik atau bekerja secara independen, apalagi HAM berada di bawah naungan Presiden. Namun sampai saat ini, Komnas HAM belum pernah mengadili tentang pelanggaran HAM.

”Yang diumumkan adalah potensi dan hanya ada pelanggaran HAM. Tapi tidak ada keputusan hukum bersifat final. Saya menganggap UU Komnas HAM tidak efektif. Karena tidak pernah ada keputusan tepat dan cermat. Ketika Komnas HAM menemukan pelanggaran, harus berjalan dan kemudian bagaimana hasil dari keputusan peradilan HAM itu sendiri,” jelasnya.

Dia menambahkan, diskusi menuju Indonesia Emas tentang masalah HAM dapat dijadikan acuan bilamana terjadi pelanggaran HAM maka harus bisa diadili secara bobot beratnya dalam keputusan di peradilan.

”Untuk hukuman terhadap pelanggar HAM belum cukup, karena saya sampai sekarang ini belum pernah menemukan hukuman tentang masalah pelanggaran HAM. Menurut saya, UU-nya sudah ada, UU Komnas HAM. Yang kedua UU tentang pelanggaran HAM harusnya juga ada. Maka saya kira, DPR harus bisa membuat peradilan HAM dan UU HAM tersendiri,” tambahnya.(*)