Sebagai gunung yang amat keramat, di kalangan penghayat kebatinan, Lawu dikenal dengan nama agung, Wukir Mahendra. Dari tempat inilah, puncak aura mistik tanah Jawa mengalir, sehingga Lawu selalu menjadi tujuan upacara Labuhan bagi raja-raja Mataram – selain Gunung Merapi, Laut Kidul, serta Khayangan Dlepih.
Nyaris di setiap jengkal tanah, di Lawu, memiliki cerita mistik yang tidak biasa. Lihat saja, padang ilalang yang seolah menjadi pagar danau gunung bernama Telaga Kuning. Kawah tua yang berada di 3.200 m dpl itu, bisa dicapai hingga dasar jika airnya mengering di musim panas.
Banyak kisah gaib terjadi di sini. Sementara yang paling masyur adalah khasiat air telaga yang konon, bisa membuat awet muda. Juga, mampu menjadi perantara terkabulnya setiap keinginan bagi mereka yang berani mandi di telaga.
Dengan luas mencapai 4 hektar, danau yang diapit puncak Hargo Dumilah dan puncak lainnya itu, seperti tak pernah berhenti member pesona mistis. Apalagi, di sana juga ada Sendang Drajat, sebuah sumur tua yang sangat dikeramatkan. Dengan diameter 2 meter serta kedalaman dua meter, Sendang Drajat seolah memiliki mercusuar mistik, yang tak pernah ditinggal peziarah yang datang ke Lawu.
Berbeda dengan Telaga Kuning yang kadang kering di musim panas, sumur ini, justru menjadi satu-satunya mata air di musim kemarau. Walaupun semua peziarah selalu menimba air (untuk bersesuci atau untuk dibawa turun gunung) sumur ini tak kunjung mengering.
Sebelum sampai di titik tertinggi Lawu, juga ada tempat wingit yang tidak kalah memancar auranya. Namanya sumur Jalatunda. Meski disebut sumur, tempat ini lebih menyerupai sebuah gua kecil. Kedalamannya hanya lima meter, yang melulu kegelapan jika dilihat dari atas. Butuh ketebalan niat, untuk menuruni tebing terjal sumur Jalatunda. Tapi bagi ahli semadi, tempat ini merupakan favorit karena sinup, angker, penuh daya magis.
Nah, setelah melewati sumur Jalatunda, tibalah di puncak Lawu yang keramat. Tidak jauh dari Arga Dumilah, ada sebuah cungkup yang dikenal sebagai Arga Dalem. Di tempat inilah peziarah meniti perjalanan batinnya. Sebab, di Arga Dalem, Brawijaya Pamungkas mencapai puncak kehidupannya; muksa.
Bagi para penggiat tapa brata, Arga Dalem menjadi tujuan utama. Arga Dalem bukan hanya menjadi titik terakhir Lawu, sebab ini juga menjadi puncak bertemunyanya kekuatan-kekuatan gaib di seluruh tanah Jawa. Mereka yang memiliki ketajaban batin, akan melihat hamparan pemukiman gaib lengkap dengan pasar yang riuh. Itulah Pasar Diyeng.
Juga dikenal sebagai pasar setan, tempat itu, mampu member keberkahan yang tak terhingga. Para peziarah, akan senang berlama-lama di kawasan ini, untuk disapa makhluk-makhluk gaib yang menjadi pedagang di Pasar Diyeng. Mereka yang mendengar tawaran untuk membeli, itulah tanda keberkahan akan menghampiri.
Setelah mendengar sebuah suara yang berisi tawaran membeli, peziarah harus segera melemparkan uang, sebagai tanda pembayaran. Lalu, ambil atau petik daun, sebagai benda yang dibeli. Masyarakat local percaya, transaksi gaib itu, akan dilanjutkan dengan datangnya uang kembalian yang berjumlah besar. Kekeramatan Pasar Diyeng, semakin terasa kental, karena lokasinya tidak jauh dari Arga Dalem.
Selama ini, masyarakat adat serta penghayat kebatinan percaya, Arga Dalem adalah pamoksan Prabu Brawijaya V. Sedang abdi kinasihnya, Sabdopalon, muksa di Arga Dumiling. Lalu, ada Arga Dumiling, yang menjadi tempat semadi Pangeran Kurniandika.(bersambung)