Dialah proklamator, intelektual, orang saleh, serta tokoh penting dalam sejarah Republik Indonesia. Tapi Mohammad Hatta meninggal dengan bersahaja, 14 Maret, 38 tahun silam.
Pejuang dan Pahlawan Nasional ini, memilih tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. “Saya ingin dikubur di kuburan rakyat biasa. Saya adalah rakyat biasa.” Itulah prasasti abadi Bung Hatta, di TPU Tanah Kusir Jakarta Selatan.
Hatta lahir dengan nama Mohammad Athar di Fort de Kock, sebutan untuk Bukittinggi di masa penjajahan Belanda, pada 12 Agustus 1902. Ayahnya, Muhammad Djammil, adalah putra ulama terkemuka Batuhampar, Abdurahman Batuhampar. Inilah tokoh pendiri Surau Batuhampar yang kelanjutan surau-surau masyur sisa Perang Padri.
Latar keluarganya yang seorang ulam a, membentuk karakter Hatta menjadi sosok yang saleh. Sementara dari keluarga ibundanya, ia mendapat warisan ketekunan berniaga, sehingga kelak dikenal sebagai pendiri Koperasi Indonesia.
Sudah sejak masih di kampung halaman, Hatta dikenal kritis. Ia sudah mulai mengenal dunia pergerkan sejak belia. Lalu, pada 1921, di usia 20 tahun, ia tiba di Negeri Belanda. Tujuannya adalah Handels Hoge School di Rotterdam. Sampai di negeri penjajah, Moh Hatta langsung tertarik dan mendaftar di organisasi Indische Vereniging. Setahun kemudian, Indische Vereniging berganti sebutan sebagai Indonesische Vereniging yang akhirnya diubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Kehadiran Hatta di PI memberi warna yang menarik. Gerakan yang sudah semula enggan bekerjasama dengan Belanda itu, semakin terlihat menonjol. Hatta pula yang kemudian ikut menghidupkan majalah Indonesia Merdeka yang sebelumnya bernama Hindia Poetra.
Tiga tahun di Negeri Belanda, Hatta lulus ujian handels economie. Tapi hingga beberapa tahun kemudian, ia memutuskan tidak pulang ke tanah air. Malah pada 17 Januari 1926, kesibukannya menikmat setelah dipilih menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia.
Selama empat tahun, Hatta memimpin PI yang mengalami kemajuan sangat pesat. Tidak sekadar organisasi kemahasiswan, PI berubah menjadi organisasi politik yang sangat disegani di kalangaan pelajar Indonesia di Belanda. Pada perkembangannya, PI juga menjadi organisasi yang terpandang di seluruh Eropa.
Kemampuan Hatta pula yang membuat nama Indonesia, diakui di kalangan organisasi-organisasi internasional. Pada awal 1927 adalah langkah gagah Mohammad Hatta di tengah petinggi-petinggi pergerakan dunia saat ia menghadiri kongres internasional di Brussels. Di sanalah ia bertemu dengan tokoh pergerakan India paling kesohor, Jawaharlal Nehru.
Di tengah gairah berorganissi itulah, untuk pertama kalinya, Hatta berurusan dengan penjara. Tapi ia dibebaskan mahkamah pengadilan Belanda pada Pada 22 Maret 1928. Pada sidang pembelaanya, Hatta mengungkapkan pidato yang kemudian dikenal sebagai brosur Indonesia Vrij. Brosur ini dibukukan dalam bahasa Indonesia menjadi Indonesia Merdeka.
Setelah lebih 10 tahun bermukim di Negeri Belanda, pada 1932, Mohammad Hatta pulang ke tanah air. Dimulailah fase penting sejarah hidupnya sebagai tokoh pergerakan. Langkahnya dimulai dengan banyak menulis soal-soal ekonomi dan politik di Daulat Ra’jat. Lewat media itu pula, Hatta membela Soekarno yang saat itu ditahan pemerintah penjajah di Ende, Flores. Tidak lama, giliran Hatta yang dibuang oleh Belanda ke Digoel setelah setahunan dipenjara di Glodok dan Cipinang. Itu terjadi pada tahun 1935.
Setelah pindahkan pembuangannya ke Bandaniera pada 1936, enam tahun kemudian, Hatta dibawa ke Sukabumi. Baru pada 22 Maret 1942, bersama Sjahrir ia dibawa ke Jakarta. aret 1942 Hatta dan Sjahrir kembali ke Jakarta.
Sampai di Jakarta, segeralah Mohammad Hatta memulai pekerjaan besar, hingga memuncak pada 17 Agustus 1945 yang bersama Soekarno, membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Setelah itu, ia menduduki jabatan-jabatan penting dalam negara mulai dari Wakil Presiden hingga Perdana Menteri.
Mohammad Hatta atau yang sejak memasuki fase pergerakan Indonesia dikenal dengan sebutan Bung Hatta, adalah sosok pemimpin Indonesia yang bersahaja. Pernikahannya dengan Rachmi Rachim yang kemudian dikenal sebagai Siti Rahmiati Hatta, empat bulan setelah Indonesia Merdeka, pada 18 November 1945.
14 Maret 1980, saat langit Jakarta sedang memasuki pintu petang, Bung Hatta, tokoh terkemuka, proklamator, pejuang ekonomi, dan inspirasi seluruh negeri, wafat dalam usia panjang, 77 tahun. Dan, hari ini, 14 Maret 2018, 38 tahun setelah kepergiannya, mari mengenang sekaligus mendoakan sang pahlawan. (kib)