Inilah Ki Ageng Sela. Tokoh mistik yang hidup bagai dalam dunia legenda. Banyak yang meyakini, dialah sesungguhnya yang menjadi penurun raja-raja Mataram. Namanya memang lebih dikenal sebagai Ki Ageng Sela, tapi ia juga memiliki julukan Kyai Ageng Ngabdurahman Sela.
Kini, mereka yang ingin menjumpai tokoh terkemuka di zaman Demak itu, dapat datang ke Desa Sela, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Daerag Tingkat II Grobogan. Disinilah tokoh legendaris itu dimakamkan.
Meski menjadi tokoh popular di kalangan masyarakat Grobogan, sayang tidak banyak yang mengetahui secara persis sejarah hidupnya yang berbalut misteri. Ia hanya dikenal, terutama yang selalu dikisahkan turun-temurun lewat cerita tutur, sebagai menangkap halilintar (bledheg).
Silsilahnya yang agak samar-samar, seperti ditulis dalam babad tanah Jawi, menyebut Ki Ageng Sela memiliki darah Majapahit. Jejak keturunannya bisa dilacak dari Prabu Brawijaya yang beristri putri Wandan Kuning. Dari putri ini lahir putra tampan yang kemudian dikenal dengan sebutan Bondan Kejawan.
Menurut ramalan para nujum, Bondan Kejawan bisa membahayakan (bukan hanya tahta Majapahit) tapi juga keselamatan sang ayah. Jadilah, ia dititipkan kepada juru sabin raja: Ki Buyut Masharar atau Ki Ageng Tarub.
Di padepokan Tarub, Bondan Kejawen berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Tapi sejak itu, namanya diganti oleh Ki Ageng Tarub menjadi Lembu Peteng. Lalu dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan.
Rupanya, hidup Ki Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama. Lembu Peteng yang semakin matang, menggantikan peran ayah mertuanya dengan gelar Ki Ageng Tarub II. Lembu Peteng dan Nawangsih memiliki anak yang di kemudian hari dikenal dengan sebutan Ki Getas Pendowo. Sementara adik Getas Pendawa, yang seorang perempuan, menikah dengan Ki Ageng Ngerang.
Ki Ageng Getas Pandowo memiliki tujuh anak: Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purna, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, Nyai Ageng Adibaya.
Sebagai seorang putra sulung yang dihormati karena dituakan, kegemaran Ki Ageng Sela bertirakat, menyusuri hutan-hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi pada yang membutuhkan.
Saking popularnya, satu demi satu banyak yang berguru kepadanya. Apalagi, setelah kemudian, Ki Ageng Sela mendirikan perguruan Islam. Muridnya banyak, datang dari berbagai penjuru daerah.
Nah, satu di antara murid-muridnya adalah Mas Karebet, yang kelak menjadi menantu Raja Demak sekaligus menjadi Sultan Pajang bergelar Hadiwijaya. Memang, dalam setiap tapa-bratanya Ki Ageng selalu memohon agar bisa menurunkan raja-raja besar yang menguasai seluruh Jawa.
Hanya sayang, mimpinya menjadi penurun raja-raja, didahului oleh Mas Karebet, yang kemudian disebut sebagai Joko Tingkir, atau raja Pajang Pertama yang bergelar Sultan Hadiwijaya. Ki Ageng Sela pasrah.
Tapi pada Tingkir, ia masih sempat menitipkan pesan, agar kelak, ada salah satu keturunannya, yang bisa menjadi penerus menjadi raja. Mimpi yang menjadi kenyataan, setelah era Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya yang berkuasa di Pajang, surut. Penggantinya adalah Danang Sutawijaya (buyutnya Ki Ageng Sela), yang membangun dinasti Mataram.(bersambung)