Meja rias kuno itu, terpisah dari perabot lain di rumah Mbah Hadi, di Jombokan. Tempat menyimpannya juga bukan di beranda atau ruang tamu, melinkan di sebuah ruangan tersendiri. Tidak ada penjelasan dari Mbah Hadi, pemilik yang usianya mencapai 90 tahunan itu.
Selain berada di tempat terpisah, meja rias khas perabot antik ini, juga dipandang memiliki banyak keistimewaan. Karena kuno, sudah pasti teruji kualitas kayunya. Juga disain, serta orisinilitasnya. Tapi bagi Mbah Hadi, yang juga tidak bisa dipandang sembarangan, adalah sejarah meja rias antik itu.
Memang, meja ukir dengan marmer tembus pandang itu, bukan warisan para leluhurnya. Mbah Hadi mendapatkannya saat masih berburu barang-barang antik di era 80an. Meja itu milik seorang tetangganya yang masih berdarah biru. Konon, cerita dari sang pemilik, meja ini milik kerabat Pura Pakualaman yang diwariskan pada keturunanya.
“Karena jaman susah setelah kemerdekaan, benda warisan itu dijual. Kemudian dibeli 150 ribu rupiah oleh leluhurnya Pak Muh di tahun 50an. Cukup mahal itu ukuran tahun itu. Dan hanya orang yang kaya bisa memiliki uang 150 ribu,” kata Mbah Hadi tanpa menjelaskan siapa yang disebut Pak Muh, pembeli meja rias itu dari bangsawan Pakualaman yang keplayu di Kulon Progo pasca perang kemerdekaan.
Kini, meja rias yang masih sangat kuat itu, menjadi benda kesayangannya Mbah Hadi. Tapi bagaimana ceritanya sampai ke tangan simbah yang sudah punya lima buyut itu? Dengan agak sendu, Mbah Hadi berkisah tentang perjalanannya menjadi pemburu barang-barang antik. Meja rias itu, adalah bagian dari petualangannya mencari harta karun dari benda-benda lawas.
“Kalau diceritakan membuat sedih,” katanya sambil memastikan bahwa uangnya terkuras untuk membeli meja rias yang kemudian dijajakan ke mana-mana tapi tidak ada yang mau membeli.
“Sudah dibawa ke mana-mana, bahkan sampai ke Indramayu, katanya ada yang mau membeli mahal, tapi tidak jadi dibeli. Katanya, yang mau beli ketakutan karena di bawah meja ada penunggunya,” kenang Mbah Hadi.
Benar. Meja tua itu, seperti tidak ingin berganti pemilik. Melihat tidak ada yang mau membeli, meski sudah digotong-gotong ke banyak tempat mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Mitos tentang marmer tembus pandang yang di tahun 80an sangat diburu, ternyata tidak memberi hasil apa-apa bagi Mbah Hadi.
“Ya hasilnya bisa merawat meja rias kuno ini. Karena memang tidak ada yang mau beli, terus terakhir calon pembeli di Indramayu yang ketakutan karena di bawah meja ada yang nunggu, akhirya saya putuskan tidak dijual,” jelasnya.
Keyakinan Mbah Hadi besar bahwa meja rias itu, tidak mau pindah pemilik. Setelah era perburuan barang-barang antik selesai, rupanya masih saja ada yang menawar meja rias kesayangannya itu. Tapi Mbah Hadi sudah memutuskan untuk tidak menjualnya.
Tentang penunggu di bawah meja marmer itu, dikisahkan oleh salah seorang putra Mbah Hadi. Selain mencitai benda-benda tua, ia memang juga paham soal-soal spiritual. Oleh karena itu, ia minta meja rias kesayangan bapaknya itu ditempatkan secara terpisah di ruangan tersendiri.
“Kalau dibilang ada penunggunya, nanti dikatakan percaya tahayul. Tapi bagi saya, ini adalah benda yang harus diselamatkan dari kepentingan bisnis,” kata Masdjo, putra Mbah Hadi yang enggan merinci soal penunggu gaib meja orangtuanya itu.(mg)