Siti Maryam, mendaftar di KPU Kota Bekasi di hari terakhir, Selasa, malam ini, 17 Juli 2018.
Sejak dibuka pendaftaran Bacaleg sepekan silam kader mulai sibuk dengan persyaratan. Mulai dari surat catatan kepolisian, surat sehat dan bebas narkoba dari rumah sakit pemerintah hingga surat tidak tersangkut kasus hukum dan korupsi dari pengadilan negeri.
Situ Maryam sibuk luar biasa. Pulang tengah malam sudah menjadi keseharian. Belum lagi aktivitas di masyarakat yang juga tidak dapat ditinggalkan.”Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan seluruhnya,” terangnya.
Pencalegan menurut Maryam membutuhkan perjuangan dan kesungguhan. Tanpa itu semua tidak dapat berjalan seperti diharapkan. “Caleg banyak berguguran, salah satu sebabnya karena itu. Kurang perjuangan dan kesungguhan,” ujarnya.
Tapi bagi tokoh perempuan Kota Bekasi ini kerja keras sudah menjadi rutinitas hari-harinya. Ia adalah ustadzah, pendidik, pengelola lembaga pendidikan, serta pemberdaya perempuan. Dunianya, sejak dulu, juga tidak pernah jauh dari bangku sekolah. Benar. Maryam memang sudah mengajar sejak masa remaja. Saat itu, ia masih duduk di bangku madrasah tsanawiyah.
Menjadi pengajar memang cita-cita kecilnya. Maka sejak belia, ia sudah berlatih mengajar anak-anak, membaca dan menulis Al Quran. Menginjak madrasah aliyah mengajar majelis taklim di kampung-kampung. Setamat pendidikan tinggi, kegemaran mengajar tetap melekat hingga kini.
Selepas sekolah dasar (SD) tahun 1982, Muhammad Salim, orangtuanya mengantarkan ke Pendidikan Islam El Nur El Kasysyaf (PINK) Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Masuk pesantren tidak langsung diterima, harus mengikuti pelajaran tambahan setahun untuk menyelaraskan ilmu SD dan madrasah. Baru tahun kedua resmi diterima sebagai santri.
Selama di pesantren hingga menamatkan pendidikan tinggi di Institut Agama Islam Shalahuddin Al Ayyubi (Inisa) di kampus yang sama. Maryam terus mengajar hingga menjalani rumah tangga, bahkan ketika kedua anaknya berangkat remaja dan dewasa. Belajar dan mengajar sudah menyatu menjadi jiwa yang tidak terpisahkan. “Belajar itu wajib bagi setiap muslim dan muslimat, dari sejak lahir hingga akhir hayat,” katanya setiap kali menyampaikan mauidhoh hasanah dalam setiap taklim yang dilakukan.
Selain mengajar klasikal, belajar di kelas di sekolah formal dan informal. Mengajar juga di masyarakat, di masjid, mushala dan majelis taklim. Lebih dari itu mengajar di masyarakat melalui taushiyah, menjadi daiyah hingga ke pelosok kampung.
Aktivitasnya yang setumpuk masih ditambah mengurus organisasi di lingkungan pendidikan. Himpunan PAUD Indonesia (Himpaudi), Ikatan Guru Taman Kanak-kanak (IGTK), Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI). Di organisasi kemasyarakatan menjadi pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama, Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT). Di organisasi politik menjadi pengurus Perempuan Partai Kebangkitan Bangsa (PPKB) setelah diminta menjadi calon anggota legislatif mewakili PKB Kota Bekasi.
Pendidikan sudah menjadi nafas sehingga di manapun berada belajar dan mengajar tidak dapat dipisahkan. Dalam pandangannya pendidikan merupakan inti kehidupan manusia di dunia. Melalui pendidikan orang memiliki jatidiri, membangun karakter dan menjadikan manusia seutuhnya. Manusia yang sesuai fitrahnya sebagai khalifah fil ardh, manusia yang mengemban amanah menjadi pemimpin di dunia.
Ketika memasuki usia 40 di tahun 2010, makin memantapkan pendidikan dan dakwah jadi pilihan hidup. Lembaga pendidikan yang dibangun 15 tahun terakhir menjadi tempat berkiprah, menyiapkan generasi yang lebih baik. Terlebih bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, pendidikan murah tidak berarti murahan. (mg)