Melihat Kembali Temu Rindu SMPN 1 Panjatan

oleh -432 Dilihat
oleh

Suasana kangen-kangenan masih terasa hingga saat ini. Di benak Ki Bagas Giyanto, har itu, Jumat, 7 Juni 2019, adalah hari istimewa. Sebab, setelah berpuluh tahun tak bertemu, akhirnya, para alumni SMPN 1 Panjatan bisa ngumpul bersama.

Benar. Para Alumni SMP Negeri 1 Panjatan angkatan tahun 1977 bertemu saling melepas rindu. Tidak hanya sebentar, karena pertemuan terus berlanjut semalam suntuk sambil mendengarkan Ki Bagas Giyanto mendalang.

Bertempat di Lapangan SMPN 1 Panjatan, wayangan terasa spesial, karena Ki Bagas merupakan dalang asli Cerme, Panjatan yang kondang berkarir sebagai seniman di Jakarta. Maka begitulah. Wayangan tidak hanya dihadiri tokoh-tokoh masyarakat, para albumi, tapi juga masyarakat Kulon Progo.

Bagi alumni SMPN 1 Panjatan, nama Ki Bagas Giyanto memang tidak asing lagi. Itu yang membuatnya dikenal oleh hampir semua angkatan. Jadilah, setelah wayangan semalam suntuk bersama angkatan 77, Ki Bagas langsung melanjutkan reuni angkatan 76 di Ngestiharjo, esok harinya, 8 Juni 2019.

“Reuni di ndalemnya Pak Idayat Suprasmanto. Beliau ini adiknya Pak Toyo Santoso Dipo yang pernah menjadi Bupati Kulon Progo. Ya namanya mumpung bisa bertemu ya harus diperloke,” ungkap Ki Bagas.

Sebagai dalang, nama Ki Bagas Giyanto, termasuk populer di kalangan warga perantauan Kulon Progo di Jabodetabek. Selain termasuk dalang senior, tanggapannya lumayan mengalir.

Lulus SMPN 1 Panjatan, pria kelahiran 31 Mei 1959 ini, memilih merantau ke Jakarta. Setelah lulus SMA, kuliah di YAI dan bekerja di Lippo Bank. Tapi sejak menjadi bankir, jiwa seni yang dipupuk dari Cerme, terus bersemi. Di sela-sela pekerjaannya yang membutuhkan kesungguhan, Bagas Giyanto mengurai penat dengan belajar karawitan. Lalu, ikut latihan ketoprak.

Dari tahun 1990, Bagas Giyanto sudah mulai ikut  ketoprakan. Saat itu, ia bergabung dengan Sanggar Sari Laras. Sepanjang tiga tahun, hingga 1993, main ketoprak seperti menjadi oase di antara kesibukannya sebagai pegawai bank.

Selanjutnya, setelah menimba pengalaman menjadi pemain ketoprak mulai dari dapukan bolo dupak hingga pemeran utama, Ki Bagas Giyanto mulai belajar ndalang. Masuk Sanggar Cempoko Krido Budoyo di Cempaka Baru Jakarta Pusat, ia hanya butuh waktu satu tahun untuk belajar.

“Dulu waktu kecil memang suka nonton wayang. Saya juga selalu kagum setiap mendengar guru SMP nembang mocopat. Tapi di Cerme itu kan gunung, tidak berani keluar rumah kalau malam. Jadinya, baru setelah di Jakarta, bisa belajar kesenian,” kenangnya.

Setahun setelah belajar ndalang, atau tepatnya tahun 1995, Giyanto mulai berkiprah sebagai dalang. Pertama, dengang ikut berlaga dalam lomba pedalangan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Dan, mendapatkan juara. Tahun berikutnya, pada malam tahun baru 1996, Ki Bagas Giyanto untuk pertama kalinya, pentas semalam suntuk di Taman Mini.

Sejak pentas pertama, namanya mulai dikenal sehingga undangan mendalang terus berdatangan. Tidak hanya di Jakarta, tapi juga di Jawa Tengah, Jawa Tiur, Jogjakarta, serta Sumatera. Bersama itu, setiap lima tahun sekali, dalam hajatan Festival Dalang yang digelar Pepadi Pusat, selalu mendapat tropi juara.

“Ditjen Kebudayaan memberi nama Duto Carito. Dari Trah Hamengku Buwono saya diberi nama Cermo Wiguno,” kata dalang yang jika ditulis lengkap, namanya menjadi Ki Bagas Giyanto Duto Carito Cermo Wiguno.(kib)