Nyadran Ageng Makam Pangeran Singosari Mbanaran Jombokan, Tawangsari, Pengasih, Kulun Progo, selesai digelar. Esok hari, giliran nyadran ageng makam Kauman. Inilah tradisi yang mampu menyambung kembali balung-balung yang terpisah.
Kerja bakti, gotong-royong menyiapkan area nyadran esok pagi, digelar gayeng sore ini. Semua tokoh turun gunung. Dalam foto, ada empat tokoh kondang yang sangat jarang bisa duduk bersama. Kesibukan membuat mereka, seperti tak memiliki waktu untuk jagongan. Tapi momentum nyadran, telah menyatukan mereka.
Dari sebelah kanan atau yang paling utara. Tokoh termuda di antara empat tokoh yang duduk santai, namanya Pak Gurin. Sebutan itu tentu saja bukan sebatas simbol keakraban di antara kami, tapi sekaligus tanda kerekatan hubungan kerabat. Dia pebisnis yang ulet, pekerja keras, dan inovator kelompok anak muda tahun 90an. Banyak prasasti prestasi yang ditorehkan.
Pria menjelang 50 tahun yang juga biasa dipanggil Dengurin itu, kini madeg pandhito di tlatah Njenar, Purworejo, Jawa Tengah. Itu pula yang membuatnya sering panggil Kiai Jenar yang sekaligus menunjukan kualitas spiritualnya yang makin matang. Jauh-jauh dari Jenar, pak kiai, hanya ingin merloke ikut nyadran.
Lalu, di sebelah Dengurin, ada tokoh penggerak masyarakat yang sangat senior. Pak Gatot, panggilan akrabnya. Secara resmi, namanya Pak Sugiarto. Statusnya sebagai Dukuh Jombokan yang sangat masyur. Di lingkungan Desa Tawangsari, Pak Gatot termasuk kepala dukuh tertua. Tidak pernah ada yang berani menerima tawaran untuk menggantikannya sebagai dukuh, saking tingginya tingkat kepercayaaan masyarakat Jombokan kepada Pak Dukuh.
Di sebelah Pak Dukuh ada Mbah Kemat. Jangan ditanya kalau tokoh yang satu ini. Semua orang kenal sepak-terjangnya sejak masih muda hingga sudah bercucu. Ia termasuk sosok yang mampu menyatukan anak-anak muda dalam setiap kegiatan sosial. Jiwanya memang selalu anak muda. Odo-odonya banyak dipakai.
Duduk di selatan Mbah Kemat adalah Kang Suryo. Secara personal, banyak orang Jombokan memanggilnya Kang Capuk. Dia juga tokoh peng-pengan. Bukan hanya di bidang sosial kemasyarakatan, tapi juga kesenian. Kang Capuk termasuk seniman yang memiliki suara gandem kalau nembang. Ia juga pemain ketoprak yang andal.
Empat tokoh dengan berbagai prestasi ini, berkumpul, ikut larut dalam gotong-royong bersama para sesepuh Jombokan, anak-anak muda, serta mereka yang peduli pada tradisi nyadran. Inilah kebiasaan turun-temurun yang masih lestari, meski sudah banyak ditinggalkan gerak zaman.(mg)