Pemkab Kulon Progo Gandeng Yayasan Dharmais Gelar Pelatihan Wirausaha

oleh -307 Dilihat
oleh

Namanya Masjid Baiturrahman. Gerbang  masjid  menyapa ramah jamaah. Berdiri megah, masjid di Jalan Sendangsari, Pengasih RT05 RW05 Desa Sendangsari, Kecamatan Pengasih, Kulonprogo ini agak berbeda. Terutama arsitekturnya yang dirancang khusus melestarikan arsitektur masjid lama.

Ada di seberang masjid, berdiri   Balai Diklat Yayasan Dharmais. Masjid Baiturrahman dan Balai Diklat itu seperti saling melengkapi. Masjid memberikan sarana untuk memudahkan peserta beribadah sekaligus membaur dengan masyarakatnya. Sedangkan Balai Diklat menyiapkan ketrampilan bagi peserta sebelum kembali ke masyarakat di kampung halamannya.

Balai Diklat akan terbantu keberadaan masjid sekaligus sebagai laboratorium yang hidup di masyarakat. Sekembalinya dari latihan ketrampilan, peserta dapat menjadikan masjid sebagai titik sentral membangun diri dan lingkungannya.

Dokter Hasto Wardoyo, Bupati Kulonprogo, menerangkan program sinergis dengan gerakan gotong royong untuk membangun local genius yang dilakukan di Kulonprogo melalui berbagai macam kegiatan.

Selain itu program ini juga membantu usaha Pemkab untuk mendorong kemandirian masyarakat dan melindungi produksi lokal melalui Bela-Beli Kulonprogo.

Sebagai bupati, Hasto mendorong santri untuk tidak patah semangat meskipun ada yang tidak beruntung. Tetapi dengan kejujuran, ketekunan, rajin dan tidak mengenal lelah, kehidupan sulit tersebut pasti bisa diubah.

“Dalam bahasa Jawa ada peribahasa tunggak jarak mrajak, tunggak jati mati, arti  pepatah ini menggambarkan banyaknya orang sukses berasal dari kalangan miskin yang rajin, jujur dan bekerja keras dengan benar, namun orang dari kalangan kaya dan berkedudukan tinggi malah hidup susah karena jadi malas atau tidak jujur,” ungkap bupati.

Tunggak  jati, tambah Bupati Hasto Wardoyo, bukan tidak diperlukan, karena di awal pertumbuhannya, pohon jarak juga perlu pohon jati untuk melindunginya. Hal ini berarti untuk mencapai keberhasilan, Pemkab Kulonprogo berusaha keras mendorong supaya orang yang sudah berkecukupan membantu tetangganya yang masih miskin. Hal ini adalah wujud kegotongroyongan seperti dalam Kelompok Asuh Keluarga Binangun.

Indra Kartasasmita menuturkan kegiatan seperti ini merupakan gagasan dari mantan Presiden Soeharto untuk memberikan pelatihan kepada para remaja yang tidak bisa meneruskan sekolah. Gagasan itu diimplementasikan Yayasan Dharmais melalui berbagai kegiatan, baik sosial, kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, dan kesejahteraan. “Dalam memberikan bantuan, tidak memandang asal-usul orang yang dibantu,” katanya.

Indra juga mengajak untuk memacu semangat dan mensyukuri pelatihan ini masih bisa dilaksanakan. Diharapkan pelatihan seperti ini dapat meningkatkan kualitas SDM, dimana SDM Indonesia tertinggal jauh dari negara lain. Untuk itu Pemda serius menindaklanjuti program diklat ini sehingga para santriwati memperoleh bimbingan lanjutan.

Menurut Sukirman yang mewakili Kepala Balai Diklat Yayasan Dharmais Kulonprogo, Bari HP, peserta yang ikut akan diberikan keterampilan seperti komputer, membatik, menjahit, dan tata boga, dengan instruktur dari dinas instansi terkait di Kulonprogo. Kegiatan pelatihan usaha angkatan II ini diikuti 40 orang peserta dengan tingkat pendidikan SLTP dan SLTA yang berasal dari 10 kecamatan di wilayah Kabupaten Kulonprogo.

Sebanyak 42 remaja putri Kulonprogo mengikuti program Pelatihan Pesantren Singkat Usaha Ekonomi Produktif Angkatan II Tahun 2013 di Balai Diklat Yayasan Dharmais yang terletak di Kecamatan Pengasih, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelatihan ini merupakan kegiatan nyata kepedulian sosial Yayasan Dharmais dalam ikut mengentaskan kemiskinan.

Pelatihan Singkat Usaha Produktif angkatan kedua ini khusus untuk perempuan putus sekolah dan yang belum bekerja dimaksudkan untuk memberikan ketrampilan agar dapat mandiri dan menciptakan usaha sendiri.

Kepala Diklat Yayasan Darmais Kulon Progo H Bari melaporkan pelatihan ini diikuti empat puluh dua peserta putri selama dua bulan yang akan mendapatkan pelatihan menjahit, membatik, tata boga bahkan ketrampilan komputer dan lain-lain.

Menurutnya pelatihan ini terselanggara melalui kerja sama Yayasan Dharmais dan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo. Peserta untuk menggelorakan kembali semangat gotong royong dan kepedulian sosial, sehingga nanti kemiskinan di Indonesia, khususnya di Kulonprogo ini benar-benar dapat ditekan seminimal mungkin. Bantuan dari Yayasan Dharmais adalah salah satu dari bentuk kongkret upaya memerangi kemiskinan.

“Mari kita gelorakan kembali semangat kegotongroyongan dan kepedulian sosial ini untuk bersama-sama memerangi kemiskinan. Yayasan Dharmais telah melakukannya dengan memberikan pelatihan gratis kepada para remaja perempuan sebagai kegiatan nyata kepedulian sosial dalam keikutsertaannya mengentaskan kemiskinan,” ujarnya.

Mbak Titik menegaskan, yayasan memberikan manfaat yang sebesar kepada masyarakat. “Mudah-mudahan yayasan ini akan bisa terus memberikan sumbangsih nyata kepada masyarakat dan bangsa Indonesia, seperti yang dicita-citakan Bapak Soeharto untuk mengentaskan kemiskinan dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” tuturnya.

Ketua Yayasan Dharmais Prof Dr HM Maftuh Basyuni mengungkapkan konsistensi membantu panti sosial baik panti asuhan, panti werdha dan panti sosial lainnya di seluruh Indonesia. Bagi panti-panti yang administrasinya tertib diberikan pula bantuan untuk usaha ekonomi produktif (UEP), bantuan peralatan, dan perbaikan panti yang bersifat mendesak.

“Selain itu Yayasan Dharmais juga secara konsisten pula memberikan batuan bagi pasien katarak, dan pasien thalasemia di seluruh Indonesia. Bantuan di bidang kemanusiaan di bidang kesehatan, Yayasan Dharmais bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) membantu operasi mata katarak, sedangkan untuk membantu operasi bibir sumbing bekerjasama dengan Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Indonesia (Perapi),” tuturnya.

Di bidang pendidikan, Yayasan Dharmais membiayai operasional Perpustakaan Keliling dan mengatasi anak jalanan dan remaja putus sekolah melalui program Pesantren Singkat Pelatihan Usaha Produktif (PSPUP) yang bersinergi dengan Pemda di empat kota yakni Bogor, Kulonprogo, Magetan, dan Bondowoso. Selain itu juga masih banyak kegiatan sosial lainnya.(tom)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.