Keris sebagai salah satu warisan dunia versi Unesco, adalah identitas bangsa Indonesia. Sementara bagi orang Jawa, keris merupakan bagian dari laku batinnya. Banyak makna hidup yang tersimpan dari sepotong duwung.
Tapi begitulah. Keris, pada akhirnya menjadi dunia yang seolah tak terjamah. Ada jarak yang sulit dijangkau, bahkan oleh orang Jawa kebanyakan. Simbol dan berbagai arti dari setiap goresan dalam tubuh keris, sulit diterjemahkan, karena nyaris tidak ada ukuran baku untuk menilainya.
Para ahli keris, kolektor, atau pedagang keris, selama ini sekadar mengafal apa yang sudah dilafalkan mereka yang ‘seolah’ paham soal keris. Pengetahuan soal tangguh, terutama yang sangat tua, lebih didasarkan pada mitologi, jika bukan mengira-ira.
Selama ini, memang ada institusi, kelompok, bahkan perorangan yang biasa mengeluarkan apa yang disebut dengan sertifikat keris. Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah, termasuk yang menjadi jujugan para pemilik keris untuk meminta keterangan tentang kerisnya. Sementara perorangan yang sering mengeluarkan sertifikat adalah seorang empu, tentu berkaitan dengan keaslian keris buatanya.
Wacana ini, tambahnya, dianggap baik, agar penilaian terhadap keris lebih dapat diterima masyarakat, utamanya untuk bangsa-bangsa lain. Namun juga disadari, ada banyak kendala dalam mewujudkan lembaga curator.
Salah satunya adalah penilaian umur besi dengan teknik Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) yang terpasang pada peralatan Scanning Electron Microscope (SEM). Ini tentu membantu untuk penetapan tangguh secara lebih obyektif.
“Dimasa mendatang tentu hal ini menjadi rasional. Namun apakah pemeriksaan itu tidak mengganggu sisi isoteris keris? Memang perlu pembahasan lebih lanjut. Tetapi membiarkan penilaian tanpa standard yang ditetapkan bersama adalah hal yang layak dihindari agar keris tidak ketinggalan dengan perubahan jaman,” jelas Bopo Bambang.
Senada dengan Bambang Gunawan, Ketua Perkumpulan Brajabumi, Ki Setyo Budi, juga memandang perlunya lembaga kurator. Ini, menurutnya, sebuah ide yang sangat rasional, mengingat keris di Indonesia sangatlah beragam, baik masa pembuatan maupun jenisnya.
“Sisi isoteris dan eksoteris tosan aji adalah dua sisi yang berbeda alam tapi menyatu dalam satu wadah. Justru dengan pemahaman dan penanganan yang benar dari sisi eksoteris (fisik) akan lebih menguatkan sisi isoterisnya, karena secara langsung kita akan dapat melakukan perawatan dengan tepat dan benar,” jelas Ki Setyo. (kib)