Raden Patah-3: Ada 18 Nisan yang Berjajaran Rapi

oleh -363 Dilihat
oleh

Sudah pasti. Masih sangat banyak yang bisa ditelisik dari Masjid Agung Demak. Tidak hanya yang bersifat wadak alias kasat mata. Barangkali, pacaran mistiknya pun, bisa dirunut sangat panjang.

Apalagi, di dalam masjid itu, berlimpah benda-benda yang memiliki nilai spiritual sangat tinggi. Mulai dari soko guru (termasuk soko tatal Kanjeng Sunan Kalijaga) hingga pintu bledeg yang didedikasikan untuk Ki Ageng Sela. Atau dampar kencana, yang ketika Kasultanan Demak masih berdiri, menjadi tempat duduk raja. Juga pusaka-pusaka Sunan Kalijaga, yang setiap tahun disesucikan.

Tapi saya tidak ingin berlama-lama berada dalam sihir pesona masjid berkharisma itu. Saya harus bergegas sowan ke Sultan  Patah, yang ada di belakang masjid. Lewat sisi kanan, lalu ke utara, ada  jalan dengan petunjuk menuju makam. Saya harus bergegas, berkejaran dengan gelap. Saya ingin menikmati sholat maghrib berjamaah di masjid tinggalan para wali. Pasti akan mendapat khusuk yang menyentuh jiwa.

Suasana tak semerinding di dalam masjid yang keramat. Di pusara Sultan Patah, menjelang magrib, justru terasa silir, adem, oleh angin sore. Lampu yang mulai dinyalakan, masih berwarna kekuningan, beradu kuat dengan pancaran lembayung senja di langit barat. Saya langsung mengangkat sembah, setelah mengucap salam. Lalu, bertahlil, ditutup dengan doa kubur, berkirim keselamatan untuk yang sedang di alam kelanggengan.

Selesai menitipkan doa-doa, saya menyentuh kijing berwarna kuning tua. Sama sekali tidak ada atribut mistik, seperti di makam-makam keramat lain, yang selalu diberi kelambu dan cungkup. Atau, dibebat kain kafan di kepala nisannya.

Hanya level undakan yang membedakan pusara Raden Patah dengan yang lain. Dari 18 kijing yang ada di area ini, Raden Patah ada di tempat paling tinggi. Di sisi kiri, Raden Dipati Unus atau Sultan Demak II serta permaisuri Patah.

Selain tiga pusara utama itu, ada 18 nisan yang berjajaran rapi. Mereka adalah putra-putri Raden Patah. Yang dikenal luas antara lain, Adipati Terung dan Pangeran Sedo Lepen. Area makam ini, kadang disebut orang sebagai komplek kasepuhan. Sebab, memang ada komplek kaneman yang memuat 24 nisan; yang terkenal antara lain Sultan Trenggono (Sultan Demak III) dan Sultan Prawoto.

Lalu, saya bergerak ke sisi barat. Di sana ada Pangeran Jipang, Pangeran Arya Jenar, Pangeran Jaran Panoleh. Saya menghampiri makam yang membuat tertarik karena peran sejarahnya yang juga menarik; Pangeran Arya Penangsang.

Mumpung belum terdengar bedug maghrib, saya menyempatkan duduk, memegang nisan, kemudian mengirim doa. Sengaja, secara khusus saya hampiri Arya Penangsang, karena nama inilah, yang akrab di telinga. Penangsang adalah sosok yang memberi Demak, pembeda. Meski masih penuh perdebatan, ialah yang semestinya meneruskan tahta Raden Patah.

Tapi lebih dari semua itu, bagi saya Penangsang menjadi lebih penuh daya tarik, oleh sebab, dialah sosok yang mengantarkan sejarah selanjutnya; ketika Kasultanan Demak surut, diganti Kasultanan Pajang dan dilanjutkan Mataram, setelah Ki Ageng Pemanahan babat alas Menthaok.

Hanya lewat Arya Penangsang, Pajang dan Mataram lahir. Sosok ini pula, yang membawa Joko Tingkir bertahta. Atau Ki Ageng Pemanahan (yang kemudian dilanjutkan Panembahan Senapati) memiliki jalan membangun dinasti Mataram. Lihat saja sejarah, terbunuhnya Penangsang, yang membuat Sultan Hadiwijaya ya Joko Tingkir, memberi hadiah tanah Menthaok kepada Pemanahan. Tanah penuh pacar mistik itulah, yang di kemudian hari, berkembang menjadi kerajaan besar bernama Mataram.

Saya memejamkan mata, mencoba menyapa pangeran, penguasa Jipang Panolan ini. Sekaligus, saya ingin mendapat restu, untuk menyebutnya sebagai lantaran lahirnya raja-raja Jawa pasca Demak. Dan, sebuah hembusan angin serta secipratan air, yang tepat di dekat mata kiri saya, yang saya peroleh.

Entahlah. Barangkali rinai hujan yang belum sepenuhnya turun atau angin yang memang banyak bertiup di senja hari. Tapi saya ingin memaknai, semua itu sebagai sasmita bahwa Arya Penangsan (dan terutama Sultan Patah) memberi kesejukan. Terima kasih. (bersambung)