Jumat pagi, saya sudah bersiap diri. Merampungkan semua pekerjaan dengan gegas. Semua dikerjakan dengan cepat, mulai dari membuat surat jalan, swabtest, hingga menyelesaikan beberapa janji pada seorang marketing.
Catatan Sahabat Ngopi Dari punggung Menoreh
Terakhir, saya ke sebuah bank di dekat rumah. Mengejar tengat yang habis, karena sudah mendekat ke jam tiga sore. Apes. gerbang bank ditutup. Ya sudah. Pulang dan mengepak beberapa helai baju untuk perjalanan ke Kulon Progo.
Ini bukan perjalanan biasa. Karena membawa misi sosial. Judulnya Ngayahi Kepedulian Sosial. Sebuah perjalanan Bhaksos yang tidak mudah, karena pemerintah sedang menerapkan penyekatan bagi para pelintas antar kota. Itu yang membuat perjalanan ini, setengah deg-degan.
Tapi dengan bekal surat tugas dari redaksi Koranpelita.com yang memang terlibat langsung dalam bhakti sosial ini, kami lebih tenang. Koranpelita.com dan kabarno.com memang dua media yang selalu mengiringi kegiatan yang digelar oleh Sahabat Ngopi-Sedulur NKS.
Jadi, surat tugas dari redaksi bukan sesuatu yang akal-akalan, untuk menembus ketatnya barikade penyekatan tim Satgas Covid 19. Kami merasa tidak perlu mengakali aturan itu, karena memang dibuat untuk tujuan baik: mencegah penyebaran virus, di musim mudik Lebaran.
Sudah. Surat tugas sudah di tangan. Ada empat nama yang ditulis dalam satu surat tugas untuk satu kendaraan. Satu mobil lagi dibekali surat tugas yang sama dengan empat nama-nama berbeda anggota tim Bhaksos ini.
Total ada delapan orang dalam dua mobil. Jadi masih cukup untuk membuat penumpang saling berjarak. Semua juga sudah membawa surat pengantar dari dokter yang menyatakan bebas Covid 19, setelah menjalani swab antigen.
Mendekat ke jam sembilan malam, rombongan dua mobil ngumpul. Ngumpulnya di belakang Taman Mini Indonesia Indah, tempat Kang Mulyadi menyuguhi teh jahe yang aduhai memberi tubuh hangat.
Dan, alhamdulillah. Perjalanan lancar sampai tujuan. Pagi menyambut kami setelah keluar tol Bawen, menyusuri Magelang, kemudian tembus di Dekso. Di perempatan, mobil berhenti. Ada perdebatan kecil di pagi buta, saat mata masih agak sembab, menahan sisa kantuk sepanjang perjalanan.
Pak Sutomo, salah seorang penggagas Forum Diskusi Sahabat Ngopi Kulon Progo yang berada di belakang kemudi, bimbang. Mobil harus mengantar Pak Mudalyono ke atas Sermo, jadi ada pertimbangan sekalian saja menyusuri penggung Menoreh dari sisi Dekso.
Pak Mudal yang punya mobil, sebenarnya ingin langsung ke Wates saja, karena lebih dekat. Baru setelah itu, menyetir sendiri ke Sermo. Tapi Pak Tomo yang biasa disapa Mas Tomi, sangat ingin mobil mengarah ke gunung, tidak langsung ke Wates.
Dan, semua sepakat. Mobil satu lagi yang dibawa Om Heri Rudi, juga sepakat. Jadilah, pagi itu, semua mata ditinggalkan kantuk, setelah mobil memanjat jalanan meninggi. AC dimatikan, kaca jendela dibuka. Segar.
Ternyata, pilihan Pak Tomo tidak salah. Inilah piknik pagi yang serba dadakan tapi menyenangkan. Mobil dilarikan agak cepat, karena jalanan masih sepi. Pak Tomo dan Om Heri, adalah pengemudi yang andal, meski harus berjuang keras menakhlukan setiap tajakan dan tikungan.
Tamasya di pagi buta itu, membuat semua Bahagia. Termasuk Pak Mudalyono yang baru sekali itu, menyusuri Menoreh. Padahal pengusaha ayam potong ini, juga tinggal di atas Waduk Sermo yang berarti juga di Kawasan perbukitan Menoreh.
Tapi yang terlihat paling senang adalah Mas Tomi. Pengusaha IT ini seperti terlibat dalam sebuah dejavu. Oh…ternyata. Kami baru menyadari, ia sangat ingin menyusuri Menoreh karena ada hasrat napak tilas. Ia lalu banyak bercerita tentang masa-masa di STM Negeri Wates, yang banyak menghabiskan waktu menyusuri menorah. Termasuk cerita tentang gadis pramuka yang ditolongnya, yang membuat semakin sering ke Menoreh.
Sambil mendengar cerita Mas Tomi, perjalanan terus menembus pagi. Tapi tiba-tiba Mas Tomi menginjak pedal rem. Berhenti. Ia sedang memutar ingatannya saat bertemu jalan bercabang. Tujuannya adalah Goa Kiskenda, tapi jalanan yang harus dipilih serba samar. Lalu, ia membelokkan setir, memilih jalur dengan aspal lebih terjal. Padahal jalur yang satu lagi, lebih mulus, karena aspalnya terlihat masih baru.
Kali ini, pilihan Mas Tomi salah. Jalan yang dilewati dengan penuh semangat, malah membawanya ke kebun karet. Setelah cukup jauh, baru bertemu perkampungan yang disusul pasar kambing. Setelah bertanya sebentar, ditunjukan arah ke Kiskendo. Tapi salah lagi. Pak Mudal sesekali memberi petunjuk berdasarkan ingatannya yang tak kalah samar. Patokannya adalah tamanan.
Jalan lagi. Sekarang sudah tidak terlalu nyasar, karena beberapa kali menjumpai kedai kopi yang cukup besar. Sesekali kedai itu, muncul di sosmed. Kemudian bertemu pertigaan. Di sana ada plang petunjuk arah ke Kawasan perkebunan teh Nglingo.
Om Heri Rudi mendekatkan mobilnya. Menawari tamasya ke kebuh teh. Tapi Mas Tomi tidak tergoda. Setelah beberapa lama, ketemu plang tempat wisata lainnya: Ekowisata Sungai Mudal, Air Terjun Kembang Soka, Air Terjun Kedung Pedut.
Jalan lagi. Tapi berhenti lagi. Kali ini benar-benar berhenti, karena Mas Tomi mengarahkan kameranya. Tepat ke punggung bukit yang seperti terkelupas, menyembulkan warna keputihan. Itulah yang orang menyebut Gunung Kelir.
Sudah. Jalan lagi. Kami janjian berhenti ke spot yang legendaris dengan pemandangan arah selatan yang menakjubkan. Kawasan ini ada di bawah tulisan Gunung Gajah. Di sini, kami berhenti, seperti ingin melepaskan semua letih.
Sepertinya, semua sepakat untuk berlama-lama di tempat ini. Memuaskan diri berfoto-foto, menghirup udara segar. Tapi tetap jaga prokes: pakai masker dan jika tidak sedang foto bersama, menjaga jarak.
Sungguh. Ini piknik dadakan yang serba menyenangkan. Gunung Gajah menjadi tempat berpisah rombongan. Karena Pak Mudal sudah dekat dengan rumahnya, tinggal turun sedikit sampai di Sermo. Kami tukeran mobil. Saya dan Mas Tomi bergabung dengan mobil yang dikendari Heri Rudi yang kosong setelah ditinggalkan Kang Sugie yang satu tujuan dengan Pak Mudal.(*)