Yogyakarta, KABARNO ; Sepanjang Oktober hingga 17 Desember 2024 tercatat 1.717 kejadian bencana Hidrometeorologi di DIY.
Kepala Pelaksana BPBD DIY Noviar Rahmad memaparkan dari jumlah tersebut, terbanyak 595 pohon tumbang dan 514 rumah rusak. selain itu 248 akses jalan ikut terdampak, 117 jaringan listrik, PJU, trafo, telepon dan internet juga terkena imbas.
Cuaca ekstrim juga merusak 14 fasilitas pendidikan di DIY. Terbanyak di Kabupaten Sleman dengan enam fasilitas pendidikan yang terdampak cuaca ekstrim. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulonprogo masing-masing tiga fasilitas pendidikan dan dua di Kabupaten Gunungkidul.
“Untuk fasilitas pendidikan sebagian besar rusak karena tertimpa pohon tumbang,” tutur Noviar Rahmad, Kepala Pelaksana BPBD DIY saat hadir sebagai narasumber dalam Forum Diskusi Wartawan DPRD DIY, Rabu (18/12/2024).
Kabupaten Kulonprogo menjadi wilayah yang paling banyak terkena dampak bencana Hidrometeorologi. Terbanyak adalah tanah longsor dengan kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
Pemda DIY juga telah menetapkan perpanjangan status siaga darurat bencana Hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrim) berlaku mulai 24 November 2024 hingga 2 Januari 2025.
“Kabupaten/ kota juga menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi, bahkan Kulon Progo sudah menetapkan tanggap darurat,” jelas Noviar.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Stasiun Meteorologi Yogyakarta, BMKG Warjono menjelaskan bahwa saat ini wilayah DIY sudah masuk puncak musim penghujan dan masih akan berlangsung hingga Bulan Januari 2025.
:Pada dasarian II Desember 2024, peringatan dini curah hujan tinggi (PDCHT) di Kabupaten Gunungkidul diprediksi dalam kategori siaga (200-300 mm/dasarian). Di Kabupaten Sleman, Bantul, Kulonprogo dan Kota Yogyakarta masuk kategori awas (lebih dari 300mm/dasarian),” tuturnya.
Ditambahkannya, saat ini wilayah Indonesia terpantau adanya gangguan atmosfer di wilayah Indonesia bagian timur, sehingga tidak berdampak (nihil) pada kondisi cuaca di DIY. Adapun hasil analisis dinamika atmosfer disebabkan beberapa faktor.
“Seperti pola konfigurasi dan konfluensi, kelembaban udara di berbagai ketinggian cenderung basah dan labilitas lokal kuat. Ini mengakibatkan meningkatnya pertumbuhan awan Cumulonimbus yang berpotensi menyebabkan curah hujan lebat disertai kilat atau petir dan angin kencang di wilayah DIY dan Jawa Tengah,” jelasnya. (WUR)