Indraprasta berpesta. Raja muda Yudhistira siniwaka, duduk di dampar kencana, tahta istana yang menyilaukan. Negeri Amarta yang ia perjuangkan bersama para Pandawa kini telah berdiri. Dan, dirinya yang menjadi Sang Prabu Puntadewa.
Berdirinya kerajaan megah milik para ksatria Pandawa itu, adalah Negara yang dibangun dengan keprihatinan. Puntadewa sepakat untuk menggelar upacara sedekah bumi dengan menggelar Sesaji Aswameda. Inilah ritual penting untuk membangun perserikatan dengan Negara-negara tetangga agar keagungan Amartapura semakin sumbar, menyebar hingga ke sudut bumi.
Maka begitulah. Arjuna ditunjuk sebagai tetungguling sesaji. Ia melepas kuda yang diiringkan beribu prajurit perang. Kuda itu sengaja dilepas agar masuk ke setiap negeri. Dan, negeri-negeri yang disinggahi sang kuda, harus tunduk menjadi sekutu bagi Amarta. Atau, jika enggan bernaung di bawah duli Sang Puntadewa, Negara itu akan digempur pasukan perang yang berada di belakang kuda sesaji.
Satu demi satu, Negara-negara di sekitar Amarta menyatakan tunduk. Mereka sanggup menjadi bagian dari Negara agung milik para Pandawa. Begitu seterusnya, kuda sesaji itu, berjalan dari satu kota ke kota lain. Bersama dengan itu, para raja takhlukan semakin banyak, menyokong kemegahan Amarta.
Itulah lakon Sesaji Aswameda. Lakon yang tidak terlalu popular karena memang jarang sekali dimainkan pak dalang. Pecinta wayang lebih familier dengan lakon Sesaji Raja Soya, yang juga digelar pasca berdirinya Negara Amarta setelah Sri Prabu Puntadewa dinobatkan sebagai raja. Saya menuliskan cerita langka ini karena ingin melihat kehadiran seorang pemimpin, tahun depan yang mudah-mudahan memberi kesejahteraan yang lebih sumrambah. (*)