Kerisnya ratusan. Dan, dengan gemati, diurusi satu demi satu. Seorang diri secara tekun penuh penghormatan. Aneh. Pada saat merawat, misalnya saja sedang memijaki keris-kerisnya, ada suasana yang berbeda.
“Seperti dikelilingi oleh banyak orang. Padahal saat itu sedang sendirian di ruang pusaka,” kata Adi Suryotomo, tentang keri-kerisnya yang ditempatkan di ruang khusus berada di lantai 2 rumahnya.
Profesi aslinya seorang arsitek, tapi pria kelahiran 12 April ini, pecinta keris sejati. Ia memiliki banyak jenis keris yang semua disimpan di gedong pusoko. Priyayi Semarang ini, juga beberapa kali menggelar pameran keris yang sekalanya besar dengan kelas nasional.
Luasnya jaringan membuat Adi pernah menjadi pengurus organisasi perkerisan tingkat nusantara bernama Sekretariat Nasional Keris Indonesia (SNKI). Saat itu, lembaga bergengsi ini dipimpin Menakertrans Erman Suparno.
15 tahun berkeris (ini istilah para pecinta keris yang tetap tekun menghayati keris) membuatnya semakin tidak lepas dari pusaka khas Nusantara itu. Menurutnya, menggeluti keris sebenarnya tidak jauh berbeda dengan profesinya sebagai arsitek. Sebab, berbicara keris adalah berbicara tentang seni, rasa, sejarah, filosofi, estetika, proporsi, komposisi, langgam, budaya, simbol, dan seterusnya.
“Keris tersebar ke seluruh pelosok Nusantara, namun memiliki ciri di tiap daerahnya. Tak ubahnya arsitektur yang masing-masing berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya sebagai local wisdom. Masing-masing memiliki taste sendiri-sendiri,” jelasnya.
Tertarik menggeluti keris karena kesadaran ingin ikut melestarikan peninggalan budaya leluhur yang diyakini semakin lama semakin punah. Selain itu, pesan moral yang ada pada keris mengandung nilai-nilai luhur.
Meski sangat mencintai keris, Adi Suryotomo tidak terlalu berambisi mengumpulkan sebanyak-banyaknya, karena ia sangat selektif hanya pada keris yang benar-benar “cocok”. “Untuk yang tidak terlalu senang biarlah dirawat kolektor lain yang merasa cocok. Karena keris itu memang cocok-cocokan denga pemiliknya. Belem tentu yang indah atau mewah itu cocok dengan seseorang,” terangnya.
Begitulah. Keris dalam niat penciptaannya, diniatkan untuk bermacam-macam kebutuhan. Misalnya untuk ketentraman, rejeki, kekuasaan dan lainnya. Kebetulan selera Adi Suryotomo pada keris yang unik dan langka. Keunikan/ atau kelangkaan tersebut bisa pada bentuknya, pamornya, luknya. Saking langkanya seringkali tidak diketahui nama dapurnya.
Misalnya saja keris yang jumlah luknya di atas 25, keris yang luknya hanya ada di tengah bilah, keris dengan ornamen figur-figur yang tidak lazim.
Namun pada dasarnya semua keris itu mengandung ajaran luhur tentang moral, budi pekerti, ke-Esaan Allah. Salah satu buktinya tentang “condong leleh”. “Semua keris tidak ada yang tegak lurus ke atas. Semua selalu agak menunduk sehingga membentuk sudut kurang dari 90°. Itu sebagai simbol bahwa manusia harus bersikap tunduk, tidak sombong,” ungkapnya.
Dapur Tilamsari misalnya. Tilamsari adalah paturon atau tempat tidur. Ini menggambarkan tentang tercapainya kondisi ketentraman. Orang akan mencapai ketentraman apabila menanggalkan semua masalah dan beban hidup. Artinya orang akan mencapai kondisi tenang dan tentram setelah semua beban hidup dan permasalahan dikembalikan kepadaNya.(kib)