CAKRUK: Ketika Mbah Rono tak lagi Populer di Mata Anak-anak

oleh -575 Dilihat
oleh

Cakru e wis mulai meliuk-liuk. Perdebatan sudah nyaris satu jam berlangsung. Eyel-eyelan, ubruk, saling menggembosi. Denpur, Densus, Ki Mbero, Denwiro. Semua saling menyerang. Tidak jelas benar, siapa kawan-siapa lawan.  Pokoke, semboyan mereka, esuk dele sore tempe. Atau pakai semboyan yang lebih kekinian, tidak ada lawan yang abadi, karena yang abadi adalah kepentingan.

Dan, kepentingan sedang saling berbenturan. Yang jadi pokok perngubrukan dan perngeyelan, adalah generasi muda yang sudah lupa orang tua. Densus membuat statmen yang membuat Ki Mbero mengkelap.

“Nek generasi anake dewe wes ra ngerti karo Mbah Rono,” katanya mematik api pertikaian yang panas. Orang yang pertama menanggapi adalah Denpur. Tidak jelas membela siapa, membela Densus karibnya, atau membela Ki Mbero guru sejatinya.

“Nek cah cilik do ngerti karo Mbah Rono…soale Mbah Rono cok galak nek nang masjid. Bocah-boah sing rame diamuk,” tulisnya.

“Ning nek ditakoni, sopo sing cok ngamuk-amuk nang mejid, jawabane Bu Rifa karo PRD,” kata Densus yang berusaha membelokkan fakta. Ia menyampaikan fakta hari ini, sedang Densus sedang mengenangi fakta lampau.

“Nek dites kon ngurutke jeneng tanggane seko pojok lor wetan, lor kulon, dul kulon, dul weetan. Cah sak iki do ra ngerti. Kebangeten tenan to kuwi,” Densus makin sengit menggugat kahanan yang tidak karu-karuan.

Tiba-tiba muncul pendekar yang  lama menghilang. Ia langsung menjok Densus yang gerapan, “Hahaha…cobo sing tuwo dites juga. Ngerti ra tanggane seko pojok mesjid, pojok sekolahan, pojok pasar, pojok njaratan.”

Begitulah. Sampai sekarang, ubrug ra jelas juntrunganya itu terus terjadi. Mereka tak peduli lagi, apa yang jadi permasalahan utama. Sing penting saling tuding. Jian koyo Kurowo kepetuk Pendowo liwat agi ntas entuk wahyu.(kib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.