Kapan Nang Wates Ono Bioskop Meneh Yo…

oleh -318 Dilihat
oleh

Setiap kali pulang ke kota Wates, ada yang menetes di pipi. Mbrebes mili, mengenangi begitu banyak peristiwa yang sudah lewat.  Menyusuri jalan-jalan utama, kemudian menikung ke depan pasar, bertemulah pada gedung bioskop yang sudah tutup. Inilah salah satu tempat yang ikut membesarkan generasi Kulon Progo.

Maka, mari menyediakan hati untuk bernostalgia. Semua, seperti belum terlalu lama, saat film Catatan Si Boy  diserbu anak-anak muda. Umumnya yang berebut duluan masuk bioskop setelah antre panjang di loket kecil,  masih berseragam sekolah. Mereka ikut menjadi bagian sejarah yang mengantarkan film yang dibintangi  Ongky Alexander dan Meriam Belina itu, mencatat rekor sebagai film laris yang legendaris.

Itu tahun 1987. “Saat itu, saya baru masuk SMA, ikut uyuk-uyukan masuk pintu bioskop yang undak-undakannya tinggi. Pokoke Catatan Si Boy menjadi panduan untuk menjadi anak muda keren. Apalagi Ongky Alexander yang bukan hanya idola tapi sudah berubah menjadi panutan semua orang,” kata Mas Win, seorang perantau yang pulang kampung dan minta ditemani jalan-jalan keliling Wates.

Kejayaan bioskop yang bernama Mandala Theatre itu, memang sangat terasa di era 80an hingga awal 90an. Sebab, inilah satu-satunya bioskop yang ada di Kabupaten Kulon Progo.  Semua film yang diputar di jaringan bioskop di seluruh Indonesia, ikut diputar di Bioskop Mandala. Hanya bedanya, film-film itu, agak terlambat diputar di Wates, jika di bandingkan di kota-kota besar lain.

Bagi anak-anak sekolah, gedung ini juga menyimpan gudang kenangan tak terlupakan. Sebab, semua anak sekolah dari tempat-tempat yang jauh, di sudut-sudut Kulon Progo, akan dikerahkan nonton film gratis. Itu terjadi setiap memperingati hari Kesaktian Pancasila. Filmnya adalah Pengkhianatan G30S/PKI yang tak kalah melegenda. Biasanya, anak-anak SD akan naik truk dari sekolahan, kemudian turun berloncatan di parkiran bioskop.

Sejarah gedung tua, yang menjadi bagian penanda kota Wates ini, masih agak gelap. Sebab, memang tidak pernah ada yang bisa berkisah secara pasti. Sementara itu, bagi generasi 80an, bangunan ini sudah dikenal sebagai gedung bioskop.

Orang-orang di sekitar bioskop, pernah mengenalnya sebagai Nggedung. Tapi sebutan itu, tidak menjelaskan apa-apa. Orang-orang yang lebih tua, pernah mengengal nama Menoreh  Theatre, sebelum generasi 80an menyebut secara familier sebagai Mandala Theatre.

Memandangi bangunan tusuk sate (jika disusuri dari arah Stasiun Wates) itu, memang banyak sekali kenangan yang terkelupas bersama temboknya yang kusam. Dulu, di atas kanopi di tembok yang tinggi, terpasang poster-poster film yang provokatif.

Bangunan bekas loket sudah tidak ada. Juga trap-trapan menuju dalam bioskop, sudah hilang.  Yang terlihat masih menyisakan kenangan adalah area parkir yang tetap dibiarkan menjadai tempat parkir. Kini, tempat yang telah membesarkan anak-anak muda Wates itu, beralih fungsi menjadi arena futsal.

Mandala Theatre, pada akhirnya, memang harus tergerus kenyataan. Ia hanya tinggal serpihan kenangan yang tersimpan di hati generasi 80an dan awal 90an, sebelum bioskop ini ikut gulung tikar bersama rubuhnya kejayaan perfilman Indonesia.

Dan, kini, ketika film nasional kembali bangkit, Wates belum menyiapkan diri memiliki bangunan bioskop yang lebih menarik. Jaringan bioskop modern, barangkali terlalu mewah dan mahal untuk kantong anak muda Wates. Tapi tak ada salahnya untuk bertanya, kapan wates ono bioskop meneh yo.(stmj)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.