Ke Samigaluh, Setelah 20 Tahun tak Mudik Naik Mobil

oleh -467 Dilihat
oleh

Ini cerita perjalanan mudik yang tidak biasa. Berbeda dengan mudik yang identik macet dan segala yang melelahkan. Mudik model itulah yang membuat saya tidak pernah mudik lewat darat, sepanjang 20 tahun, sejak bekerja di Jakarta.

Biasanya, di libur panjang atau pas Lebaran, saya memilih mudik ke Semarang melalui jalur lain. Umumnya, pakai pesawat yang lebih praktis. Atau, jika tidak, saya lebih memilih pulang di luar waktu lebaran atau libur panjang yang tidak barengan, uyuk-uyukan di jalan raya.

Namun libur panjang Natal dan Tahun Baru ini saya ingin mencoba sesuatu yang lain. Pulang kampung lewat darat. Sekaligus nyobain toll layang baru. Tapi gara-gara gak bisa ngajak cucu liburan, jadi saya punya ide ngajak Heroe dan Dita untuk pulang ke Samigaluh lewat darat.

Sekalian kepengen lihat kampungnya mbak Mun di Kebumen. Mbak Mun itu sudah 19 tahun ikut saya dan sudah seperti keluarga. Tiap hari, kehidupan saya selama di rumah lebih banyak diisi bersama mbak Mun dari pada dengan anak cucu yang rumahnya terpisah.

Saya lapar yang masakin mbak Mun, saya sakit yang jagain mbak Mun, saya berangkat kerja yang nyiapin bekal buah dan obat mbak Mun. Sampai pulang kantor yang nungguin juga mbak Mun. Jadi mba Mun adalah orang terdekat yang sehari hari menemani saya di rumah.

Selama mbak Mun ikut saya, rasanya kok belum pernah lihat kampungnya di Aliyan Kalijaya Kebumen. Jadi mumpung Heroe dan Dita mau ke Samigaluh bawa mobil, saya ngikut sampai Kulon Progo. Rencananya dari Kulon Progo baru ngantar mbak Mun ke desanya.

Pagi jam 5 kurang, kami sudah meluncur ke arah toll Tebet menuju Cikampek untuk menghindar macet saat libur panjang akhir tahun. Sampai di KM 9 Cikunir mobil menaiki toll layang yang berakhir di Km 47 di Kerawang Timur. Saya hitung, dengan naik tol baru itu, waktu tempuh kurang dari 45 menit dengan kecepatan 60 sd 70 km/jam.

Begitu keluar dari toll layang, jalur Cikampek mulai ramai lancar karena di jalur ini semua kendaraan besar seperti truk dan bus beradu kecepatan dengan kendaraan yang lain.

Matahari pagi mulai terlihat di depan mata. Rest area mulai dipadati pengunjung untuk sarapan. Kami berempat sudah menyiapkan diri dengan arem arem dan minuman hangat buatan mbak Mun sehingga aman di perjalanan.

Masuk tol Cikampek jam 6.15 WIB. Terlihat mobil patroli polisi mulai mempersiapkan pembukaan  satu arah untuk semua jalan mulai km 72  sampai Semarang.

Di km 94 beberapa mobil patroli terlihat menyisir jalan toll untuk memastikan jalanan bersih dari kendaraan arah ke Jakarta. Menurut info Jalan toll menuju ke Semarang akan diberlakukan satu arah dari jam 7 pagi.

Petunjuk jalan sudah mendekati Indramayu, namun belum juga terlihat jalur sebelah kanan dilewati kendaraan sementara jalan yang kami lalui mulai ramai. Tepat di km 205 terlihat beberapa mobil dengan kecepatan di atas 80 km perjam melaju dari sisi kanan. Ternyata pemberlakuan satu arah menuju Semarang sudah dibuka, mungkin sejak dari Cipali.

Jalanan mulai berkurang kepadatannya sehingga Heroe makin asyik bawa mobilnya di kecepatan 100 meskipun papan petunjuk mengharuskan kecepatan maksimum 80 km. Saya yang semula sudah mau memejamkan mata, jadi ikut tegang, melihat Heroe melaju.

Tanpa terasa sudah setengah perjalanan. Sekitar 4 jam sampai km 271 menuju Tegal. Kenangan masa kecil melewati alas roban saat berkunjung ke rumah simbah saya di Slawi Tegal sudah tak terlihat dari jalan toll.

Saat akan mengisi bensin di rest area km 380 batal karena antrian yang panjang dan mengular. Untung beberapa saat kemudian di rest area berikutnya ada depot pertamina menyediakan BBM manual alias pakai jirigen 10 literan. Ta apalah yang penting mobil tak kehabisan bensin.

Akhirnya masuk Semarang jam 10.35 melalui Gerbang tol Kali Kangkung. Kami sengaja keluar di Jatingaleh karena mau sarapan sekaligus makan siang. Nah pilihan terdekat adalah sate kambing 29 di Jatingaleh.

Lumayan kuliner pertama sate kambing dan gulai sumsum balungan terasa nikmat. Etape pertama Jakarta Semarang dengan Jarak 420 km ditempuh selama 5 jam 30 menit dengan berhenti sekali di rest area dan isi bensin.

Selanjutnya perjalanan lanjut ke Kulon Progo melalui Magelang. Meskipun belum ada jalan toll Semarang Yogya, namun cukup lumayan bisa melalui jalan toll sampai Bawean. Setiap melewati rest area, semuanya penuh. Namun kita sepakat mau mampir dulu ke kopi Banaran kemudian makan durian di daerah Kali Bawang Samigaluh.

Duriannya ada 2 jenis yang buahnya kuning dan yang putih. Pilihan pertama yang kuning, ternyata kurang manis. Durian yang kulitnya terlihat hijau belum matang ternyata duriannya lebih manis dan legit. Tapi, karena ingat umur maka cukup dua durian saja.

Hujan mulai turun saat memasuki Dekso. Tidak lama, akhirnya sampai juga di rumah Samigaluh setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 9 jam. Udara yang bersih sehabis hujan menambah kesejukan sore. Sayang sekali mendung menghadang sehingga tak bisa menyaksikan mentari kembali ke peraduan dari rumah tungku.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.