Kisah Lemari Warisan yang Melintasi Pulau

oleh -126 Dilihat
oleh

Ini lamari sakti. Bukan karena memiliki daya linuwih, melainkan sakti dari gerusan zaman. Benar. Lemari dari kayu nangka itu, sudah melintasi waktu. Usianya, diperkirakan mencapai hampir empat abad.

Dari cerita ibu saya, almari ini memang diperkirakan usianya hampir 400 tahun. Pembuat sekaligus pemilik pertama adalah Mbah Sarjani, leluhur ibu yang tinggal di Kutoarjo, Jawa Tengah. Jika diurut-urutkan, Mbah Sarjani adalah kakek canggahnya ibu.

Pada waktu masih muda Mbah Jani sering membuat berbagai kerjinan dari kayu khususnya kayu jati. Meski tinggal di Kutoarjo, Mbah Sarjani dan Mbah Jatikusumo, aslinya orang Jogja. Entah bagaimana ceritanya bisa hanyut hingga ke kulon kali.

Lalu, Mbah Sarjani pada usianya mencapai 125 tahun mewariskan almari buatannya kepada keponakannya yang bernama Mbah Kebar. Ia kakek buyutnya ibu yang makanya saat ini di dalam cungkup pemakam Eyang Sawunggalih, pendiri daerah Kutoarjo.

Simbah Kebar yang kemudian dikenal dengan sebutan Mbah Kaji kebar, lemari warisan pamannya itu biasa dipakai untuk menyimpan makanan. Sebelum meninggal di usia 155 tahun, Mbah Kaji Kebar memberikan lemarinya kepada Mbah Bariyah atau Mbah Mangun yang saat itu tinggal di Bukittinggi Sumatera.

Mbah Bayirah pulang ke Kutoarjo di saat usianya sudah senja. Lemari warisan ikut diangkut dari Bukittinggi. Nah, sebelum Mbah Bariyah sedo di umur 120 tahun, mewariskan almari itu kepada Mbah Surahmi.

Sebelum dipanggil Tuhan di usia 85 tahun, Mbok Surahmi, memberikan lemari warisan leluhurnya kepada ibu. Jadi, begitulah, lemari kayu nongko dari Kutoarjo itu, harus melintasi pulau, sebelum sampai ke Jombokan, kota kelahiran kami.(mg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.