Mengenang Ki Enthus Susmono, Dalang ‘Mbeling’ Gagrak Pesisiran

oleh -424 Dilihat
oleh

Berita mengejutkan datang dari Tegal. Ki Enthus Susmono, dalang pesisiran sekaligus Bupati Tegal, meninggal dunia. Dalam usia 52 tahun, Ki Enthus berpulang pada pukul 19.10 WIB.

Segera saja, berita duka cita menyebar di sosial media dan grup WhatsApp.  Menurut informasi dari Grup Dalang Banyumas Kompak Padasuka, Ki Enthus baru saja masuk rumah sakit.

Lahir di Tegal, 26 Juni 1966, Ki Enthus Susmono, dikenal sebagai dalang kondang, sebelum terpilih menjadi Bupati Tegal. Ia seorang dalang pesisir yang khas, karena memadukan sabetan gaya wayang golek dan wayang kulit.

Banyak yang memberinya julukan dalang mbeling. Ada pula yang mengatakan dalang edan. Memang, gaya pakeliran Ki Enthus tidak biasa. Ia sering keluar pakem wayang gagrak Jogja atau Solo yang populer.

Enthus adalah putra Soemarjadiharja, seorang dalang yang memang biasa memainkan wayang kulit dan wayang golek. Ia pernah berkisah, dilarang mengikuti jejak ayahnya menjadi dalang. Sebab, dadi dalang kuwi abot sanggane.

Tapi dasar anak dalang, tetap saja, ia tidak bisa lepas dari wayang. Meski dilarang, sesekali, Enthus kecil ngumpet-ngumpet memainkan wayang. “Saya memainkan wayang kalau ayah saya sedang tidur, seusai pentas,” katanya, suatu kali.

Tidak bisa dicegah. Naluri seni menuntunnya ke dunia pewayangan. Itu terjadi saat  sekolah di SMP Negeri 1 Tegal, yang dipilih adalah karawitan sebagai ekstrakulikuler. Lewat guru pembimbingnya yang bernama Prasetyo, Enthus diarahkan menjadi pengendang.

Dan, begitu masuk SMA I Tegal,  Enthus sudah  mulai mendalang. Pernah, suatu kali, ia ikut lomba ndalang. Tapi yang digunakan wayang dari batang pohon pisang, sedang suara gamelan dihasilkan dari mulutnya.

Pentas di masa Pramuka itu, menjadi pijakan Enthus untuk benar-benar masuk panggung pedalangan. Sebab, ia mulai rutin ndalang, terutama di sekolahnya. Sang guru, juga secara khusus meminta kepada ayahnya, untuk memberi izin mendalang.

“Pak Mawardi, guru SMA saya   meminta ke ayah    agar saya diperbolehkan mendalang.  Hati ayah luluh dan saya boleh mendalang, bahkan justru ayahlah yang mewisuda saya untuk menjadi dalang saat lustrum V SMAN I Tegak pada 24 Agustus 1983,” katanya, dalam sebuah wawancara di rumahnya, beberapa tahun lalu.

Diwisuda ayahnya menjadi dalang, adalah momentum tak terlupakan. Sebab, enam bulan kemudian, tepatnya Februari 1984 , Ki Soemarjadiharja meninggal. Usia ayahaanda Enthus wafat pada usia 55 tahun. (kib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.