Pandawa Dadu & Politik yang Mendewasakan

oleh -248 Dilihat
oleh
Oleh Ki Bawang
Dalang Tanpa Wayang

Pertaruhan yang sangat besar dibuat. Wijakangka ya  Puntadewa ya Yudhistira ya Darmakusuma, seperti tak peduli. Raja Amarta yang juga sulung Pandawa sudah menghitung, bakal kalah dalam perjudian melawan Kurawa yang memang ahli bertaruh segala taruhan. Tapi risiko sangat besar itu, bukan hanya menjadi perjudian terbesar buat Puntadewa, melainkan sebuah kepastian dewata.

Benar. Puntadewa kalah. Ia harus menyingkir dari istana selama 12 tahun ditambah satu tahun menyamar di keramaian. Andai penyamarannya terbongkar oleh para Kurawa, mereka harus mengulang lagi dari awal  yakni dibuang selama 12 tahun. Begitulah. Puntadewa meninggalkan istana diiringkan Wijasena, Wijanarka, si kembar Pinten-Tangsen. Juga Kunthi, ibu mereka yang merasakan perih di hati. Sebagai ibu, ia tak menyangka akan menemui jalan hidup yang keras, tanpa memahami apa makna di balik kejadian itu.

Bersama-sama, saling bergendengan tangan, Pandawa memulai hidup keras sebagai orang-orang buangan. Tak ada kekuasaan, tidak pula kemewahan. Hari-hari mereka harus dijalani dengan laku prihatin sampai sama sekali tak tampak bahwa lima bersaudara itu adalah Pandawa yang dikasihi rakyatnya. Mereka hidup sebagai orang biasa, jauh dari pusat kekuasaan, di tengah belantara, hanya bisa mengandalkan diri sendiri.

Puntadewa, kakak tertua para Pandawa, menjadi orang yang paling bertanggungjawab atas semua kenistaan hidup saudara-saudaranya. Begitu seterusnya selama 12 tahun. Lalu, satu tahun yang lebih berat dijalani dengan cara menyamar. Puntadewa menyebut diri Wijakangka, Bima menamai diri Wijasena, Arjuna yang tampan memilih sebutan Wijanarka. Sementara si kembar Nakula-Sadewa menggunakan mana bayi, tingken-sangken.

Lakon ini, lakon tua yang menjadi cikal terjadinya Baratayuda Jayabinangun yang bengis. Saya menuliskan ini untuk melukis suasana Pilkada di beberapa daerah di tanah air. Saya melihat, sejatinya, yang menarik tidak hanya mereka yang memenagi pertarungan. Saya justru tertarik dengan yang kalah. Sebab, di balik kekalahan itu, ada jalan kebaikan yang memang telah dipulihkan dewata.

Ia, sesungguhnya tidak benar-benar kalah, melainkan sedang diuji ketangguhannya untuk menjadi pemenang, dalam Baratayuda, kelak. Dalam politik memang selalu ada perjudian, tapi perjudian dalam Pilkada, saya kira seperti perjudian Puntadewa yang akan mendewasakan, mematangkan, serta menyaktikan para Pandawa sebagai ksatria.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.